Bu Nyai dan Peran Perempuan

Diposting pada

“Wong sing rentan sakit iku mesti mergo nduwe kebiasaan sing elek. Contohe geh niku, seneng turu bar Subuh utowo turu bar Ashar. Mulakno aku ra tau turu wayah ngono, tak enggo ngopo-ngopo kek ngaji nderes. Sanajan aku melek soko jam 2, bar Subuh tetep ora turu, turune mengko seurunge Dhuhur. Ngono kui kudune bocah-bocah dibiasakke. InsyaAllah sehat terus koyo aku”

 

Begitulah dhawuh Ibu Nyai di akhir pembahasan asik tentang fenomena virus corona dengan beberapa santri yang masih menetap di pondok.

Itu hanya satu dari sekian keteladanan yang dapat kupetik dari Ibuk, aku banyak belajar dari Ibuk bahwa perempuan bisa menjadi sosok yang memimpin dengan bijaksana, berkontribusi, dan menjadi panutan banyak orang.

Beliau adalah Ibu Nyai Hj. Husnul Khotimah Warson, pengasuh pondok pesantren Almunawwir Komplek Q, Krapyak, Yogyakarta. Sepeninggal bapak KH. Ahmad Warson Munawwir sang mushonef mahakarya Kamus Almunawwir pada 18 April 2013 silam, kepemimpinan pondok diemban oleh Ibuk. Ibuk begitu mengayomi kami para santrinya, bahkan beberapa kali saat aku piket membersihkan halaman pondok, Ibuk juga ikut menyapu. Ibu juga rajin olahraga setiap pagi di lapangan dekat pondok. Ibuk memberi teladan yang baik untuk kami semua, bukan hanya di perkara agama, tapi juga kebersihan, kesehatan, bermasyarakat, dan banyak hal lain.

Kami para santrinya–yang memang seluruhnya adalah perempuan–berkat keteladanan yang Ibuk ajarkan, kami tak hanya dididik untuk pintar mengaji, tapi juga banyak keterampilan dan keahlian lain. Jelas saja, karena seluruh santri di Komplek Q adalah perempuan, posisi-posisi mulai lurah pondok sampai sie kebersihan semuanya diisi oleh perempuan. Begitupun jika pondok memiliki hajat, seperti haul, wisuda madrasah, wisuda khattaman, rapat kerja, dsb. Semua posisi keacaraan diisi oleh perempuan baik dari ketua panitia, sekre, bendahara, sampai seluruh kepanitiaannya, baik itu sie humas, dekdok, konsumsi, lokasi, ditempati oleh perempuan. Mungkin orang yang tidak tahu akan terheran, mana bisa suatu acara hanya di-handle oleh perempuan? Tapi nyatanya kami membuktikannya, kami bisa. Berkat keteladanan dari Ibuk.

Sosok-sosok Bu Nyai hebat aku yakin bukan hanya Ibuk Nyai Warson, pasti banyak Bu Nyai-Bu Nyai dan perempuan-perempuan hebat yang patut menjadi teladan, atau mungkin saja perempuan hebat itu ada dalam diri kita masing-masing.

Selain mendapat banyak teladan dari Ibuk tentang kiprah perempuan, aku juga banyak tercerahkan oleh buku-buku dan pemikiran KH. Husein Muhammad, Kyai Faqihuddin Abdul Kodir, dan tentu Mbak Kalis Mardiasih. Aku banyak belajar dan paham bahwa perempuan bukan hanya menjadi subjek sekunder dalam kehidupan, tak melulu mengurusi urusan domestik. Perempuan juga memiliki potensi di ruang-ruang publik dengan kapasitas yang dimilikinya.

Laki-laki maupun perempuan bersamaan perannya dalam menciptakan kemashlahatan dan membangun peradaban.

Tidak ada yang lebih superior (kuat) atau inferior (lemah). Keduanya bersamaan dalam kebermanfaatan. Membentuk interaksi kesalingan (tabadul/ mubadalah/respirokal).

Oleh: Hanin

Foto: Dokumentasi Pribadi Komplek Q