Manusia merupakan makhluk Tuhan yang susah untuk ditebak dan dimengerti. Seperti perumpamaan “Dalamnya laut dapat diukur, dalamnya hati siapa yang tahu”. Kondisi hati manusia sangat rentan berubah-ubah. Ada kalanya hati manusia lembut, peduli, dan sabar. Namun, hati manusia tidak lama juga bisa berubah menjadi emosi, tidak terkendali, dan amarah. Sehingga perlu adanya cara untuk mengendalikan marah
Prof. Quraish Shihab menuturkan bahwa ada banyak jenis nafsu di dalam diri seseorang, salah satunya yaitu marah. Sebenarnya nafsu itu bukan untuk dimatikan, tetapi harus dikendalikan.
Menurut Imam Ghazali sebagaimana dikutip Syekh Jamaluddin al-Qasimi dalam kitab Mau’dhah al-Mu’mini min Ihya’ Ulum al-Din, halaman 208 menjelaskan bahwa terdapat 5 tips untuk mengendalikan marah.
Pertama, berpikir ayat atau hadis Nabi tentang keutamaan menahan marah, memaafkan, bersikap ramah, dan menahan diri. Sehingga akan terdorong dalam menggapai pahala dan mencegah diri untuk membalas dan dapat memadamkan marah.
Kedua, menakut-nakuti diri dengan siksa Allah jika meluapkan amarah. Kita semua masih membutuhkan pengampunan dari Allah, jika terus meluapkan marah apakah akan tetap aman dari murka Allah pada hari kiamat ataukah tidak.
Baca juga Pelantikan Pengurus
Ketiga, menakuti diri tentang akibat dari permusuhan dan pembalasan, bagaimana tindakan musuh untuk membalas, menggagalkan rencana serta bahagianya musuh saat ia tertimpa musibah, padahal tidak akan lepas dari musibah. Apabila belum bisa takut dari siksaan di akhirat, maka takuti diri sendiri dengan dampah buruk dari marah di dunia.
Keempat, berpikir bagaimana buruknya muka ketika marah dengan membayangkan raut muka orang lain saat marah. Selain itu, menginstropeksi dari dalam diri tentang buruknya marah. Berpikirlah bahwa saat marah ia seperti binatang buas yang mengancam. Kita juga perlu berpikir layaknya orang ramah yang dapat menahan marah, seperti para nabi, wali, ulama, dan para bijak bestari. Berikanlah pilihan untuk diri sendiri untuk memilih yang seperti apa, menyerupai binatang buas, manusia hina, ataukan ulama dan para nabi dalam kebiasaannya. Supaya hatinya condong untuk meniru perilaku mereka jika masih menyisakan satu tangkai akal sehat.
Kelima, berpikir perihal sebab yang mendorong untuk membalas dan mencegah dari marah, seperti ketika dalam hati terdapat bujuk rayuan setan. Karena akan dianggap lemah, rendah, dan menjadikan hina di mata manusia.
Oleh: Fina Izzatul Muna
Sumber:
– nu.or.id
Photo by Icons8 Team on Unsplash