https://news.detik.com/foto-news/4274641/massa-ramai-ramai-kibarkan-bendera-tauhid-di-medan-merdeka

Geger Bendera dan Do’a Santri

Diposting pada

Semakin berjalannya waktu, semakin berkembangnya zaman serta berkembangnya teknologi, tidak kaget lagi kalau akhir-akhir ini publik diramaikan beberapa kejadian yang menimbulkan beberapa perpecahan pendapat sampai perpecahan aqidah. Semua media televisi maupun media sosial ramai membicarakan “pembakaran bendera yang berlafadzkan kalimat mulia

  لااله الا الله محمد رسول اللهoleh beberapa anggota suatu organisasi”. Tidak sedikit pihak yang pro dan kontra atas kejadian yang bertepatan dengan Hari Santri di Garut, siang itu. Beberapa pihak yang kontra berpendapat bahwa membakar bendera tauhid yang mereka anggap sebagai “Panji Rasullullah” adalah sebuah penghinaan kalimat tauhid itu sendiri. Beberapa sindiran pihak yang kontra seperti berikut ini, :

Katanya ngaku islam tapi menghina kalimat tauhid yang ummat islam hidup dan mati dengan kalimat لااله الا الله محمد رسول الله tersebut.”

“ Kalimat لااله الا الله محمد رسول الله dibakar oleh ormas yang suka tahlilan, padahal jelas tahlilan bid’ah. “

“ Sejak kecil belajar ya, biar bisa bedain mana bendera tauhid mana bendera HTI.”

Sedangkan beberapa pihak yang pro seperti hasil Lajnah Bahtsul Masail Pondok Pesantren Lirboyo melihat dengan sudut pandang hukum pembakaran itu sendiri. Isi dari lajnah batsul masail itu adalah :

Peristiwa semacam ini sesungguhnya juga terjadi dalam ingatan sejarah kita, bagaimana Masjid Dhirar dihancurkan dan dibakar oleh Rasulullah saw. setelah beliau tahu bahwa ternyata masjid tersebut dibuat oleh kaum yang berupaya memecah belah umat Islam. Dalam menyikapi peristiwa ini, Imam Jalaluddin As-Suyuthi dalam Kitab Al-Hawi Lil fatawi:

 

قَالَ عُلَمَاؤُنَا: وَإِذَا كَانَ الْمَسْجِدُ الَّذِيْ يُتَّخَذُ لِلْعِبَادَةِ وَحَضَّ الشَّرْعُ عَلَى بِنَائِهِ يُهْدَمُ وَيُنْزَعُ إِذَا كَانَ فِيْهِ ضَرَرٌ فَمَا ظَنُّكَ بِسِوَاهُ ؟ بَلْ هُوَ أَحْرَى أَنْ يُزَالَ وَيُهْدَمَ، هَذَا كُلُّهُ كَلَامُ الْقُرْطُبِيْ

“Para Ulama berkata: Jika masjid saja yang diciptakan untuk ibadah dan syariat menganjurkan untuk membangunnya berubah menjadi dihancurkan karena terdapat kemudlaratan, lantas bagaimana pendapatmu pada hal selain masjid? Jelas lebih pantas untuk dihilangkan dan dihancurkan. Perkataan tersebut adalah perkataan Imam Qurtuby”

Selain peristiwa itu, pernah pula tercatat dalam sejarah Sayyidina Utsman ra. membakar mushaf Al-Quran untuk tujuan menjaga keotentikan Al-Quran. Sebab Mushaf yang Ia bakar merupakan mushaf-mushaf yang bercampur antara ayat yang mansukh (disalin) dan ayat yang tidak mansukh. Khawatirnya jika mushaf-mushaf itu dibiarkan, banyak orang akan berpendapat bahwa lafadz yang bukan merupakan bagian dari Al-Quran dianggap sebagai bagian dari Al-Quran. Hal ini jelas akan berpengaruh pada keotentikan Al-Quran itu sendiri. Berdasarkan peristiwa ini, Para Fukaha berpandangan bahwa membakar Al-Qur’an jika bertujuan untuk menjaga kehormatan Al-Quran itu sendiri adalah hal yang diperbolehkan.

Berdasarkan beberapa dalil-dalil di atas dapat kita simpulkan bahwa bendera tauhid hanyalah kedok dari gerakan terlarang di negeri ini. Tindakan membakar hakikatnya bukan melecehkan kalimat tauhid, namun untuk menyelamatkannya dari kepentingan yang tercela.

Dengan demikian, hukum membakar bendera tauhid adalah hal yang diperbolehkan, bahkan merupakan cara yang paling utama bila hal tersebut lebih efektif untuk menghentikan provokasi dari gerakan terlarang di negeri ini. Wallahu A’lam.

Beberapa pihak juga yakin kalau sekelompok orang HTI (gerakan organisasi yang telah dilarang pemerintah dan telah dibubarkan) memang sengaja mengirimkan dan menyusupkan bendera HTI ditengah-tengah perayaan upacara hari santri. Mereka mengelak bahwa itu adalah bendera umat islam, tapi memang bendera milik HTI yang sering dipublikasikan sebagai simbol bersama gerakan-gerakan mereka.

Beberapa pihak seperti ustadz komplek Q juga mengutarakan pendapatnya. Pak Mawar (panggilan santri terhadap beliau) dengan lakon khasnya yang humoris mengatakan pada saat kelas madrasah diniyah, “ Wayae lak tahlilan yo neng dodo (dada), neng jero ati guduk malah ditulis neng gendero (bendera)”. Gus Kholid sebagai salah satu pengasuh komplek Q juga dawuh dan menanggapi saat bandongan ngaji pagi yakni “ sebenarnya dua-dua nya salah, entah yang mengirim bendera itu pada saat hari santri maupun yang membakarnya. sebenarnya tujuan banser untuk membakar itu baik, agar tidak terinjak-injak dan tidak kotor. Tapi caranya yang salah, kan bisa disembunyikan dahulu, kalau mau membakar ya ditempat tertutup bisa tidak didepan umum dan divideo langsung diviralkan”.

Beliau juga mengajak santri untuk bernostalgia kebiasaan santri dahulu membakar sobekan-sobekan mushaf Alquran maupun kitab-kitab yang sudah tidak layak baca agar aman dari tercecer dan terinjak-injak karena untuk membuangnya juga tidak diperbolehkan. “ Andaikan ayo semua santri krapyak membakar mushaf AlQur’an lalu di video dan diviralkan maka Pondok Pesantren Krapyak langsung terkenal hehehe “ (semua santripun ikut tertawa). Membakar mushaf Al-Qur’an pun akan salah ketika niatnya juga salah, seandainya niatnya memang memusnahkan Kitab Allah maka memang salah dan  haram hukumnya, tapi kalau niatnya untuk melindungi agar tidak tercecer maka diperbolehkan.

Lalu, bagaimana kita sebagai santri menanggapinya? Berdo’a, berdo’a, berdo’a agar NKRI tetap aman dan damai, dijauhkan dari golongan yang ingin memecah belah kesatuan bangsa dan fokus saja untuk tholabul ‘ilmi di pesantren tercinta kita komplek Q.