Imam Abu Bakar Al-Baqilani lahir di kota Bashrah, kota terbesar kedua di Irak setelah Baghdad. Nama lengkapnya Abu Bakar Muhammad Ibnu Al-Thayyib Ibnu Muhammad Ibnu Ja’bar Ibnu Al-Qasim Al-Baqilani. Tidak ada keterangan yang begitu spesifik tentang tahun kelahiran Al-Baqilani, namun beliau hidup pada masa awal pemerintahan Dinasti Buwaihi, sekitar pertengahan abad ke-4 sampe awal abad ke-5 H.
Beliau lahir dari keluarga tukang sayur, karena itu beliau dikenal dengan sebutan al-Baqilani, (Baqila’ dalam bahasa Indonesia berarti sayuran). Sewaktu kecil beliau belajar di kota Bashrah dan setelah beranjak dewasa beliau pergi ke Baghdad dan mengambil ilmu yang banyak dari para ulama. Setelah menjadi orang alim dan cukup berpengaruh, al-Baqilani diangkat menjadi al-Qadhi pada masa pemerintahan ‘Addu al-Daulah al-Buwaihi tahun 372 H, dan menjadi rektor di Universitas al-Mansur kota Baghdad. Selain itu, punya aktivitas halaqah ilmiyah yang di hadiri banyak jamaah di sana.
Abu Bakar Al-Baqilani juga menjadi diplomat Daulah Buwaihi, yang dikirim ke berbagai negeri untuk menjadi mediator Sultan Buwaihi. Beliau juga memberikan pengaruh keilmuan kepada pejabat kerajaan. Putra Addu al-Daulah merupakan murid setia al-Baqilani, bahkan Addu al-Daulah sendiri merupakan orang yang berpaham Muktazilah dengan dakwah yang halus dari al-Baqilani sehingga Addu al-Daulah dan seluruh anggota keluarga kerajaan menjadi berpaham akidah Asy’ariyah.
Al-Baqilani merupakan seorang yang bijaksana dan gemar menulis. Ia bahkan mampu menghasilkan tiga puluh lima lembar tulisan di setiap malam. Ia mengirim tulisan-tulisannya itu kepada teman-teman dekatnya. Salah satu karyanya yang masih bisa kita temukan saat ini, yaitu Al-Tahmid. Al Baqilani merupakan sosok teolog yang banyak meninggalkan warisan-warisan pemikiran, di antaranya legasi tentang perbedaan antara yang baru (muhdats) dengan yang dahulu (qadim). Menurutnya, hanya Allah yang dahulu dan azali, wujud-Nya tidak akan pernah berakhir, tidak mempunyai permulaan, dan tidak ada apapun yang menyamai diri-Nya.
Beliau wafat di penghujung tahun 403 H pada hari Sabtu di bulan Zulkaidah dan disalatkan oleh putranya yang bernama Al-Hasan, kemudian disemayamkan di rumahnya, sebelum akhirnya dipindah ke pemakaman Bab Harb, di dekat persemayaman Imam Ahmad bin Hanbal. Pusara Abu Bakar al-Baqilani terbilang keramat karena peziarah sering mendatanginya dan sering istighasah untuk mendatangkan hujan saat kemarau panjang.
Adz-Dzahabi berkata, “(Pemakaman) jenazahnya banyak dihadiri orang. Beliau yang menunjukkan kejelekan Mu’tazilah, Rafidhah, dan Musyabbihah. Mayoritas kaidah beliau sesuai dengan Sunnah. Abul Fadhl at-Tamimi tokoh utama madzhab Hambali yang sangat menghormati beliau.
Oleh: Laili Ulfatul Millah
Sumber:
Pictured by: alif.id