Sungguh bersyukur, masih bisa menikmati rutinitas dengan suka cita. Caraku menikmati pergantian siang menuju malam hari membuat julukan sebagai “anak indie” tersemat ke dalam diriku. Iya, dewasa ini anak indie terkenal dikalangan masyarakat sebagai kaum muda yang ketika sore akan tiba lantas mereka bersiap-siap menuju tempat tongkrongan kemudian menyalakan playlist khas yang seolah jadi ciri tersendiri sambil menikmati secangkir kopi. Pada bagian klimaksnya yaitu memotret momen senja itu sendiri untuk diunggah ke story di platform media sosial dengan quote filosofi, kehidupan, sosial, politik, lingkungan, asmara, sarkas, joke atau bahkan puisi ciptaan sendiri yang mengungkapkan perasaannya di kala itu.
Sayangnya, langit sore ini tak cerah seperti biasanya. Jadi, aku memutuskan untuk tinggal di rumah, merelakan untuk sehari tak pergi ke kafe, tempatku langganan nongkrong.
Tik… tik… tik… (bunyi air menetes di atap rumah)
“Sunyi sekali rasanya sore-sore sudah gerimis”, gumamku.
Kusambung dengan bersenandung, “Masalah yang mengeruh. Ho, perasaan yang rapuh. Ini belum separuhnya. Biasa saja. Kamu tak apa”.
Tiap kali ikut menyanyikan lagu milik Hindia-Evaluasi ini membuat seolah-olah isi hatiku ikut tercurahkan. Lirik lagu ini kurang lebih berpesan agar kita bisa bersikap santai dan bersyukur ketika menghadapi masalah yang kita alami. Santai di sini dalam artian kita sukarela menerima setiap takdir yang Tuhan tetapkan atas diri kita.
Dengan berusaha sebaik mungkin, berdoa tiada henti, kemudian berserah kepada Tuhan akan hasil maksud itulah cara kita sebagai manusia menyikapi kehidupan. Mengingat kehidupan yang terus berjalan karena selain Tuhan tidak ada yang tahu entah kapan napas kita akan berhenti. Dalam lagu ini pun kita diajak untuk senantiasa mengevaluasi kehidupan, dari liriknya membuat kita sadar bahwa segala rintangan hidup yang begitu berat mampu kita lewati, kesulitan memang akan selalu ada namun jalan keluar juga akan senantiasa mengiringi.
Aku tak menyesal kendati sore ini hanya berdiam diri di rumah, pasalnya menjelang waktu magrib tiba aku bisa melihat pelangi dari jendela rumah.
Menikmati senja di bawah langit mendung tak seburuk yang aku bayangkan. Memang benar, apa yang ada di dalam pikiran kita terkadang hanya asumsi yang berandai-andai, tetapi bukan berupa fakta. Sehingga membuat hati menjadi bingung dan salah paham.
Lihat saja, siapa sangka dibalik awan hitam sore tadi tampak indahnya warna pelangi. Walaupun hadirnya yang sementara dan samar karena kalah telak dengan cuaca mendung. Hal itu cukup untuk menepis pikiran buruk dari kepalaku.
Oleh: Yumna Fitriani
Photo by Annie Spratt on Unsplash