Siapa yang tidak mengakui nama besar KH. Abdurrahman Wahid atau akrab disapa Gus Dur. Dari sabang sampai merauke bahkan ke mancanegara sekalipun, sosok kharismatik presiden Republik Indonesia ke empat ini memang memiliki keistimewaan tersendiri dibanding tokoh- tokoh ulama yang lain.
Banyak yang mengisahkan karamah Gus Dur baik dari santri, teman sejawat bahkan dari tokoh agama lain pun turut menuturkan torehan sejarah yang beliau lukis semasa hidup.
Nah, kali ini kita akan menyimak cerita dari H. M. Misbahus Salam, Pengasuh Yayasan Raudlah Darus Salam (RDS) Sukorejo, Bangsalsari, Jember.
Yuk, langsung saja kita simak cerita kisahnya!
Pada saat Gus Dur sedang cuci darah di Rumah Sakit, H. M. Misbahus Salam dan Lora Shaleh diperkenankan sowan dan masuk ke kamar Gus Dur yang sedang dirawat. Pada saat itu kurang lebih satu bulan sebelum Gus Dur pulang ke Rahmatullah.
Mereka berdua diterima oleh Gus Dur dan dipersilahkan duduk di kursi yang ada dan Gus Dur tetap berbaring dengan tangan di infus. Namun, kondisi beliau terlihat sehat. Bahkan, Gus Dur mengajak diskusi dan bercerita hal-hal yang lucu hingga membuat kami tertawa. Sehingga kami cukup lama dan betah di ruang kamar tersebut.
Gus Dur juga cerita bahwa pada saat Muktamar NU tahun 1984 di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo, saat itu Gus Dur duduk bersama KHR. As’ad Syamsul Arifin. Sedangkan forum Muktamar NU telah memutuskan bahwa untuk menentukan Rais ‘Aam dan Ketua Umum PBNU dengan Ahlul Halli wal Aqdi tunggal yaitu KHR. As’ad Syamsul Arifin.
Dengan keputusan itu tentu banyak kyai yang mengusulkan pada Kyai As’ad. Terkait dengan penentuan itu, saat itu Gus Dur sedang bicara dengan Kyai As’ad, tiba-tiba datang Kyai dari daerah Malang dan langsung matur pada Kyai As’ad agar Ketua Umum PBNU diberikan pada Kyai Tholhah. Spontan Kyai As’ad dawuh, “Tidak, Nabi Khidir baru saja meninggalkan tempat ini dan tetap menunjuk Gus Dur jadi Ketua Umum PBNU.”
Kami yang mendengar cerita ini berfikir, berarti Nabi Khidir, Kyai As’ad, dan Gus Dur sebelum Kyai dari Malang itu datang sedang bincang-bincang terkait siapa yang akan menakhodai atau memimpin NU.
Baca juga
- Santri Memanggil: Santri Bergerak Seruan Aksi Damai
- SANTRI PUTRI MENDUNIA
- Puncak Harlah Komplek Q Ke-35
- Bersama Lora Ismael Al-Kholilie: Santri Masa Kini Masih Kurang Literasi, Jangan Ya Dek Ya!
- Ngalap Berkah: Sambung Silaturahmi Komplek Q Yogyakarta dan PTYQ Menawan Kudus
Bila kita ambil filosofi sufi dari cerita ini berarti Nahdlatul Ulama ini organisasi yang dijaga oleh para kekasih Allah SWT.. Dulu Alm. KH. Hasyim Muzadi dawuh bahwa NU ini punya komisaris dan pengurus yang ada ini hanya direktur-direktur yang sewaktu waktu bisa ganti. Tapi sang pemilik NU akan selalu menjaga NU.
Dari itu Alm. KH. Khatib Umar Sumber Wringin dawuh pada H. M. Misbahus Salam, “Misbah, kamu jadi pengurus NU pegang kalimat ini “Sirrul walibil wali wasirrul Ulama’ bil Ulama”. (Rahasia wali itu yang tahu hanya orang wali dan rahasia Ulama itu juga yang tahu hanya Ulama).”
Cerita ini sebenarnya mengandung makna bahwa kita harus hati-hati menjadi pengurus NU. Karena pengurus NU akan menjalankan amanah perjuangan ulama yang notabene pewaris para Nabi. Bila sikap dan amaliah tidak sesuai dengan keinginan komisaris NU, khawatir ada keadilan Allah yang akan menimpa pada dirinya.
Semoga para pejuangan pengurus NU dari PBNU hingga kelompok Anak Ranting NU senantiasa dalam hidayah Allah dan diberi kemampuan dan keistiqamahan menjalankan amanah perjuangan NU sesuai dengan Rel Khitah NU dan tidak membawa NU ke ranah kepentingan yang tidak sesuai dengan cita-cita perjuangan NU.
Oleh : Ghina Putria Andini
Picture by bangkitmedia.com
Sumber : sejarah-budaya.com