Kisah Tragis: Terbunuhnya Husein, Cucu Nabi pada 10 Muharram

Diposting pada

Dalam sejarah Islam, Yazid bin Muawiyah telah mempunyai sebuah catatan hitam yang tidak bisa dilupakan selama hidupnya. Noda itu tidak lain adalah peristiwa terbunuhnya cucu Rasulullah Saw., Husein bin Ali bin Abi Thalib yang tidak lain penyebabnya adalah dirinya.

Lelaki itu berusia sekitar 58 tahun. Pada hari kesepuluh bulan Muharram, di tahun 61 H, selepas menunaikan shalat subuh, dia bergegas keluar tenda dan menaiki kuda kesayangannya. Pria itu menatap pasukan yang tengah mengepungnya. Mulailah dia berpidato yang begitu indah dan menyentuh hati:

 قال: أما بعد، فانسبوني فانظروا من أنا، ثم ارجعوا إلى أنفسكم وعاتبوها، فانظروا، هل يحل لكم قتلي وانتهاك حرمتي؟ ألست ابن بنت نبيكم ص وابن وصيه وابن عمه، وأول المؤمنين بالله والمصدق لرسوله بما جاء به من عند ربه! او ليس حمزة سيد الشهداء عم أبي! أوليس جعفر الشهيد الطيار ذو الجناحين عمى! [او لم يبلغكم قول مستفيض فيكم: إن رسول الله ص قال لي ولأخي: هذان سيدا شباب أهل الجنة!] فإن صدقتموني بما أقولوهو الحقفو الله ما تعمدت كذبا مذ علمت أن الله يمقت عليه أهله، ويضر به من اختلقه، وإن كذبتموني فإن فيكم من إن سألتموه عن ذلك أخبركم، سلوا جابر بن عبد الله الأنصاري، أو أبا سعيد الخدري، أو سهل بن سعد الساعدي، أو زيد بن أرقم، أو أنس بن مالك، يخبروكم أنهم سمعوا هذه المقاله من رسول الله ص لي ولأخي. أفما في هذا حاجز لكم عن سفك دمي!

 “Lihat nasabku. Pandangilah siapa aku ini. Lantas lihatlah siapa diri kalian. Perhatikan apakah halal bagi kalian untuk membunuhku dan menciderai kehormatanku?”

“Bukankah aku ini putra dari anak perempuan Nabimu? Bukankah aku ini anak dari washi dan keponakan Nabimu, yang pertama kali beriman kepada ajaran Nabimu?”

“Bukankah Hamzah, pemuka para syuhada, adalah Pamanku? Bukankah Ja’far, yang akan terbang dengan dua sayap di surga, itu Pamanku?”

“Tidakkah kalian mendengar kalimat yang viral di antara kalian bahwa Rasulullah berkata tentang saudaraku dan aku: ‘Keduanya adalah pemuka dari pemuda ahli surga’?” 

“Jika kalian percaya dengan apa yang aku sampaikan, dan sungguh itu benar karena aku tak pernah berdusta. Tapi jika kalian tidak mempercayaiku, maka tanyalah Jabir bin Abdullah al-Anshari, Abu Sa’id al-Khudri, Sahl bin Sa’d, Zaid bin Arqam dan Anas bin Malik, yang akan memberitahu kalian bahwa mereka pun mendengar apa yang Nabi sampaikan mengenai kedudukan saudaraku dan aku.” 

“Tidakkah ini cukup menghalangi kalian untuk menumpahkan darahku?”  

Kata-kata yang begitu eloknya itu direkam oleh Tarikh at-Thabari (5/425) dan Al-Bidayah wan Nihayah (8/193).

Namun mereka yang telah terkunci hatinya tidak akan tersadar. Pasukan yang mengepung atas perintah Ubaidullah bin Ziyad itu memaksa pria yang bernama Husein bin Ali itu untuk mengakui kekuasaan Khalifah Yazid bin Mu’awiyah. Tidakkah ini menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa pertarungan di masa khilafah hingga mengorbankan nyawa seorang Cucu Nabi Saw. Apa masih mau bilang khilafah itu satu-satunya solusi umat? 

Simak pula bagaimana Ibn Katsir dalam al-Bidayah wan Nihayah bercerita bagaimana Sayyidina Husein terbunuh di Karbala pada 10 Muharram (‘Asyura). Pasukan memukul kepala Husein dengan pedang hingga berdarah. Husein membalut luka di kepalanya dengan merobek kain jubahnya. Dan dengan cepat balutan kain terlihat penuh dengan darah Husein. Ada yang kemudian melepaskan panah dan mengenai leher Husein. Namun beliau masih hidup sambil memegangi lehernya menuju ke arah sungai karena kehausan. 

Shamir bin Dzil Jawsan memerintahkan pasukannya menyerbu Husein. Mereka menyerang dari segala penjuru. Mereka tak memberinya kesempatan untuk minum. Ibn Katsir menuliskan: “Yang membunuh Husein dengan tombak adalah Sinan bin Anas bin Amr Nakhai, dan kemudian dia menggorok leher Husein dan menyerahkan kepala Husein kepada Khawali bin Yazid.” (Al-Bidayah, 8/204). 

Anas melaporkan bahwa ketika kepala Husein yang dipenggal itu dibawa ke Ubaidullah bin Ziyad, yang kemudian memainkan ujung tongkatnya menyentuh mulut dan hidung Husein, Anas berkata: “Demi Allah! Sungguh aku pernah melihat Rasulullah mencium tempat engkau memainkan tongkatmu ke wajah Husein ini.” Ibn Katsir mencatat 72 orang pengikut Husein yang terbunuh hari itu. Imam Suyuthi dalam Tarikh al-Khulafa mencatat 4 ribu pasukan yang mengepung Husein, di bawah kendali Umar bin Sa’ad bin Abi Waqash.

Saat Sayyid Husein dibunuh, kepalanya dipenggal dan digunakan untuk mainan Yazid kurang lebih selama 2 bulan. Anehnya, ketika digunakan untuk mainan, kepala Sayyid Husein sedikitpun tidak terluka. Justru, semakin hari wajah Sayyid Husein semakin indah. Dari peristiwa ini, akhirnya kepala itu dikubur di sebuah masjid kebanggaan milik Bani Umayyah.

Pada hari terbunuhnya Husein, Imam Suyuthi mengatakan dunia seakan berhenti selama tujuh hari. Mentari merapat laksana kain yang menguning. Terjadi gerhana matahari di hari itu. Langit terlihat memerah selama 6 bulan. Imam Suyuthi juga mengutip dari Imam Tirmidzi yang meriwayatkan kisah dari Salma yang menemui Ummu Salamah, istri Nabi Muhammad, yang saat itu masih hidup (Ummu Salamah wafat pada tahun 64 H, sementara Husein terbunuh tahun 61 H). 

Salma bertanya, “Mengapa engkau menangis?” Ummu Salamah menjawab, “Semalam saya bermimpi melihat Rasulullah yang kepala dan jenggot beliau terlihat berdebu. Saya tanya ‘Mengapa engkau wahai Rasul?’ Rasulullah menjawab: ‘Saya baru saja menyaksikan pembunuhan Husein.’” Begitulah dahsyatnya pertarungan kekuasaan di masa khilafah dulu. 

Saat Sayyid Husein dibunuh, kepalanya dipenggal dan digunakan untuk mainan Yazid kurang lebih selama 2 bulan. Anehnya, ketika digunakan untuk mainan, kepala Sayyid Husein sedikitpun tidak terluka. Justru, semakin hari wajah Sayyid Husein semakin indah. Dari peristiwa ini, akhirnya kepala itu dikubur di sebuah masjid kebanggaan milik Bani Umayyah.

Seiring dengan berjalannya waktu, Yazid menyesali perbuatannya terhadap Sayyid Husein bin Ali. Dia menangis dan terus menangis. Penyesalannya ini berlangsung hingga dilanjutkan oleh putranya yang bernama Muawiyah bin Yazid yang karena masih teringat akan peristiwa yang dialami oleh ayahnya, dia tidak mau menjadi khalifah. Dia lebih suka hidup sebagai zahid dan menebus dosa-dosa ayahnya. Sehingga, dikatakan jarang sekali orang yang zahid seperti zahidnya Muawiyah bin Yazid. Dia berkata, “Mencintai dunia adalah pangkal dari segala kesalahan.” Untuk jabatan khalifah yang seharusnya dijabat oleh Muawiyah bin Yazid, akhirnya diberikan kepada Marwan bin Hakam.

Mereka tidak segan membunuh cucu Nabi demi kursi khalifah. Apa mereka sangka Rasulullah tidak akan tahu peristiwa ini? Lantas apakah mereka yang telah membunuh Sayyidina Husein kelak masih berharap mendapat syafaat datuknya, Rasulullah, di padang mahsyar? 

Dalam kisah yang memilukan ini sungguh ada pelajaran untuk kita semua. Walaupun Yazid bin Muawiyah pernah melakukan suatu tindakan yang buruk terhadap cucu Rasulullah Saw, kita tidak boleh mencelanya. Yang terpenting kita mendoakan bagi umat muslim yang pernah melakukan suatu kesalahan supaya diampuni dosanya. Al-Fatihah.

Oleh: Novia Purnama Sari

Sumber:

Foto: pinterest