Luas alam semesta yang dapat diamati menurut hitungan sains adalah 46,5 miliar tahun perjalanan cahaya dengan kecepatan laju 299,792 km/s, sebagai contoh jika seorang pilot menerbangkan pesawat yang mampu terbang dengan kecepatana 299,792 km/s maka sang pilot membutuhkan waktu 46,5 miliar tahun perjalanan untuk mencapai ujung semesta yang dapat kita amati dari bumi, dengan luas yang begitu besarnya tuhan hanya menciptakannya dengan berfirman “Kun” yang artinya terjadilah.
Keterangan tersebut mengimplikasikan bahwa Tuhan hanya menciptakan ruang dalam satu momen dan tanpa unsur waktu, kemudian dimensi waktu baru tercipta bersama lahirnya kesadaran materi ruang yang memiliki proses membentuk waktu, dan pada hari kiamat kelak seluruh makhluk atau kesadaran materi ruang akan dimatikan oleh Allah. Disebabkan matinya makhluk secara keseluruhan maka akan mati pula dimensi waktu, yang ada hanya dimensi ruang.
Pada QS.Yasin ayat اِنَّمَآ اَمْرُهٗٓ اِذَآ اَرَادَ شَيْـًٔاۖ اَنْ يَّقُوْلَ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ 82 yang artinya “Sesungguhnya urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, Jadilah! Maka jadilah sesuatu itu.” Sekilas secara syariat informasi di ayat ini seperti tidak ada masalah apapun. Allah Swt menginformasikan kepada kita ketika ia menghendaki sesuatu maka seketika itu terjadilah, Namun pada ayat ini tersirat unsur dimensi waktu yang Allah sematkan, dan jika kita pahami akan menciptakan struktur paradoks yang membingungkan.
Bayangkan ketika kita mempunyai kemampuan “Kun” dan mengucapkannya, lalu dihitung berapa lama ketika mengucapkannya, anggaplah kurang dari satu detik, dalam waktu permili detik itu terjadilah peristiwa kelahiran seorang manusia sekaligus terjadilah kematiannya, dan miliaran kejadian yang terjadi pada proses itu dari lahir hingga matinya.
Dari sudut pandang dimensi waktu hakikat segala sesuatu yang Allah Swt. kehendaki itu sudah terjadi, dari awal alam semesta diciptakan hingga hari kiamat pun sudah terjadi. Kematian kita sudah terjadi bahkan keberadaan kita di akhirat pun sudah terjadi sebab ketika “kun” diucapkan apa yang dikehendaki sudah terjadi.
Untuk memahami perbedaan dimensi waktu hakikat dan waktu syariat mari kita pahami contoh berikut, ketika kita menyaksikan peristiwa petir dilangit kita akan melihat cahaya kilat yang disusul dengan suara menggelegar. Posisi jarak kita dengan posisi terjadinya petir akan menentukan seberapa lama suaranya akan terdengar di telinga.
Menurut anda kapankah terjadinya petir? Apakah ketika kilat terjadi atau ketika suaranya sampai pada telinga anda? Pada hakikatnya suara dan kilat terjadi pada momentum yang bersamaan, namun kecepatan gelombang suara lebih lambat dari kecepatan kilat cahaya.
Nah itulah perbedaan waktu syariat dan waktu hakikat yang mana dimensi waktu memiliki lapisan dengan kecepatan yang berbeda dan memungkinkan adanya dimensi waktu kosong atau suatu ruang alam tanpa waktu. Berdasarkan perspektif aspek waktu tadi hal ini memungkinkan adanya dunia paralel, yaitu keberadaan kita di banyak tempat dalam waktu yang bersamaan. Unsur waktu dapat dikatakan sebagai makhluk Tuhan. Sang waktu adalah unsur alam yang diciptakan yang dapat juga dimusnahkan oleh Allah, dan jika dimensi waktu di hilangkan maka segala apapun peristiwa yang ada di dunia ini hanyalah milyarran partikel momen yang keberadaan nya tak berawal dan tak berakhir.
Namun, sebagai umat yang percaya bahwa Allah Swt. adalah maha mengabulkan doa, maka kita harus percaya bahwa doa-doa yang kita panjatkan sudah dikabulkan ketika kita meminta, hanya saja kita mempunyai proses yang lebih lama unuk menerima pengabulan doa-doa tersebut.
Wallahu a’lam bishawab.
Sumber : https://youtu.be/JXajsbfkWAU
Sumber gambar : https://gusblerogarden.wordpress.com/2017/11/06/46-kun-fayakun/