Sejenak merebahkan tubuh memandang luasnya samudera langit dari atas puncak yang riuh oleh perjuangan doa-doa manusia yang melambung ke angkasa. Menepi dari segala keramaian dan dari matahari yang membakar baranya di kota. Berada dalam pendakian di Gunung Sindoro ketinggian 3153 mdpl dan merasakan angin yang berhembus halus, masuk menyatu dalam lukisan ciptaan yang Maha Agung. Kemudian bergumam dengan diri sendiri “Oo, jadi begini rasanya melangkah jauh dari keramaian? ”sambil tersenyum.
Sebenarnya perjalanan yang dilakukan kemarin hanyalah untuk berkaca kepada diri sendiri dan belajar kembali dari alam raya, lebih tepatnya belajar membaca kebijaksanaanya. Bahwa banyak sekali pelajaran yang bisa dipetik dari kehidupan. Tidak semua yang kita inginkan bisa terlaksana dan sesuai dengan pikiran kita. Tidak semua keinginan harus terwujud secara instan tanpa adanya usaha. Bisa merebahkan tubuh di sini dan menikmati awan di atas puncak seperti ini juga butuh usaha bukan? Sempat berpikir ingin meyudahi perjuangan dan hampir menyerah kepada keadaan, seolah bumi tidak berputar pada porosnya kembali. Tapi Allah lagi-lagi mengetuk pintu hati kembali dan membelai dengan lembut seraya berbisik agar usaha tidak boleh berhenti begitu saja. Bukan hanya tentang usaha, melainkan tentang kesabaran, keikhlasan, dan penerimaan. Dari sini kusimpulkan bahwa bersyukur adalah cara yang paling indah untuk mendekap hadiah-hadiah kecil dari-Nya. Menghargai orang yang ada di sekeliling kita.
Allah memberikan pelajaran tidak hanya melalui alam raya saja. Tapi juga mempertemukan kita dengan orang-orang, silih berganti, dan berbeda ruang masanya. Mungkin bertemu tapi tidak untuk menetap, melainkan hanya menghampiri kemudian pergi kembali. Bahkan ada yang berjanji memberikan harapan yang pada akhirnya menjadi titik semu. Lagi-lagi agar kita memahami bahwa segala sumber cinta yang paling besar dan mempengaruhi kehidupan adalah Allah, bukan makhluknya. Allah menciptakan kecewa agar manusia sadar bahwa segalanya hanyalah titipan yang akan diambil kembali sewaktu-waktu. Tapi di ujung sana Allah juga menciptakan bahagia untuk di jemput.
Jika sudah seperti ini, apalagi yang harus dilakukan selain mengikhlaskan? Mengikhlaskan untuk menerima pemberian-Nya di masa mendatang. Jika takdirmu bersama dirinya yang engkau cintai, maka sesulit apapun keadaanya kau pasti akan dipertemukan kembali. Jika tidak untuk saat ini maka Allah akan menyiapkan waktu yang terbaik untuk pertemuan yang baik dan membahagiakan. Tapi jika bukan dirinya yang akan menemuimu di ujung waktu, maka Allah gantikan dengan makhluknya yang lain, yang akan membersamaimu dalam setiap perjalanan. Hidup ini bukan hanya tentang keikhlasan yang dijalani tapi tentang penerimaan yang jauh lebih indah sesuai takdir yang Allah berikan. Percayalah setelah hujan, ada pelangi yang muncul dan terbit dalam senyumanmu. Jalan saja, nikmati prosesnya, jangan berbalik arah, kembangkan layar perahumu lebih besar, dan kayuhlah semangat. Kau harus percaya bahwa pelaut yang ulung tidak dilahirkan dari lautan yang tenang.
Oleh: Alaina Fatha Nabila
–
Foto: Tim Tiedemann di Unsplash