Sore itu suara takbir dan tahmid mulai terdengar, begitu nyaring dan syahdu rasanya. Ada perasaan haru, sedih, Dan juga bahagia.
Lebaran kali ini terasa sangat berbeda, salah satunya karena ini kali pertama bisa lebaran di pondok, ada perasaan bangga pada diri sendiri, bukan karena merasa sudah hebat dengan keputusan ini melainkan lebih kepada “akhirnya aku mau belajar lebih banyak hal”.
Malam lebaran kami lewati dengan mengumandangkan takbir dan tahmid bersama, dengan peralatan seadanya dan kemampuan sebisanya–saya bersama beberapa teman berusaha mengiringi. Meskipun pada awalnya kurang nyaman didengar, tapi lama kelamaan kami bisa menyesuaikan.
Beberapa teman bahkan berusaha mengabadikan momen, ada yang berusaha mengambil video, ada juga yang jepret sana jepret sini sampai menemukan angel yang paling bagus menurutnya. Ternyata lebaran di pondok tidak seburuk yang saya bayangkan. Justru di sini ada banyak keseruan yang luar biasa.
Setelah maghrib kami berkumpul untuk melaksanakan zakat fitrah, lalu dilanjut dengan pembagian zakat kepada yang berhak–yang dilakukan oleh pengurus pondok. Takbir dan tahmid tak berhenti dikumandangkan entah sampai jam berapa.
*
Pagi pukul 06.00 WIB
Saya bersama rekan-rekan mukim bersiap untuk menjalankan salat Id, berusaha mengenakan pakaian terbaik yang saya miliki. Walaupun tidak baru, yang terpenting terlihat rapi dan bersih. Selesai bersiap kami pun menuju tempat salat Id. Karena salat Idulfitri kali ini dilaksanakan di tengah kondisi yang kurang kondusif akibat wabah yang tengah melanda, maka salat id dilaksanakan di musala pondok.
Setelah beberapa lama menunggu akhirnya pengasuh juga segenap keluarga ndalem dan beberapa teman yang belum datang mulai mengisi saf salat. Rasanya bahagia sekali bisa salat berjamaah bersama keluarga ndalem yang lengkap.
Selesai salat, dilanjut dengan halal bihalal dan makan bersama. Menu yang disajikan tentunya makanan khas lebaran seperti opor ayam, sambal goreng kentang dan beberapa menu lainnya.
Tak lengkap rasanya jika lebaran tanpa berselfie ria. Selesai acara halal bihal dan makan bersama, keluarga ndalem meninggalkan tempat satu persatu, kami juga turut demikian, tapi tak lama kami berkumpul kembali untuk foto bersama dan membuat beberapa video. Baru setelahnya masing-masing sibuk dengan kameranya.
Tanpa melupakan keluarga di rumah, kami juga terus menelpon Dan beberapa video call. Saling melontarkan maaf walau jarak memisahkan. Dan hebatnya, ini tidak mengurangi esensi idulfitri itu sendiri. Semua terasa begitu menakjubkan pada lebaran pertama di pondok.
Banyak pelajaran didapat, seperti berkahnya berusaha khidmat pada pondok, menjadikan hati lebih banyak bersyukur bisa berkumpul dengan orang-orang mulia di tempat yang insyaallah juga penuh kemuliaan.
Bukan hanya itu, tetapi pengalaman yang tidak akan pernah bisa terlupakan. Bayangkan saja merayakan lebaran dengan teman-teman dari berbagai kota dan daerah dengan kultur kebudayaan yang berbeda, dan hari itu kami berkumpul bersama menikmati dan memaknai lebaran bersama tanpa mengunggulkan adat dan kebudayaan di tempat asal kami.Semua terlihat begitu antusias meski tidak bersama keluarga tercinta. Mungkin ini yang disebut keluarga kedua.
Terimakasih kepada segenap keluarga besar pengasuh yang telah dengan sangat terbuka memberikan kesempatan untuk kami bisa merayakan lebaran bersama. Terimakasih kepada pengurus yang dengan sangat luar biasa mempersiapkan segala halnya, terimakasih kepada teman-teman mukim yang luar biasa.
–
Oleh: Silfi Ainun
–
Foto: Dokumentasi Pribadi Komplek Q