Allahuakbar Allahuakbar, asyhaduanlaa ilaha illalloh, asyhadu anna muhammadarrosuulullah, hayya ‘alasholah, hayya alal falah, qodqomatisholah qodqomatisholah, Allauakbar allahu akbar laa ilaa ha illalloh…
Azan salat asar telah berkumandang di Pondok Pesantren Attauhidiyah. Sore itu, semua santri putri bergegas menunaikan jamaah salat asar bersama di musala pondok bersama Bu Nyai Azizah, istri dari Romo Yai Miftahul Huda’, pengasuh Pondok Pesantren Attauhidiyah.
Setelah jamaah salat asar selesai, seluruh santri langsung bersiap untuk berangkat Madrasah Diniyah–yang seringnya disingkat madin, kecuali empat orang santriwati, Zazkia Syifaaurrohmah, salah satu santriwati sekaligus khodimah Bu Nyai Azizah, Alfina Khoirunnisa, Khofifah, dan Nurul Hikmah yang merupakan pengurus Pondok Pesantren Attauhidiyah. Mereka berempat masih ada dalam musala, masih asik mengaji. Mereka satu angkatan kelas 12 aliyah, setahun lalu mereka telah menyelesaikan Madrasah Diniyah, dan masih bertahan tidak boyong dari pesantren.
Sore itu, usai jamaah salat asar, Bu Nyai Azizah menghampiri mereka. “Zazkia?” panggil Nyai Azizah. “Dalem, Umi,” ucap zazkia dengan khidmah. “Setelah ini langsung ke dapur, ya, siapkan makan buat para santr,” lanjut bu Nyai Azizah. “Baik, Umi,” jawab Zazkia. “Oh iya, barangkali ada yang mau, ajak satu temanmu,” perintah Umi Azizah pada Zazkia.
“Alfina, bisakah kau temani aku ikut bantu di ndalem bu nyai?” pinta Zazkia.
“Maaf, Ki, aku gak bisa, aku harus nyelesein data santri baru bersama Nurul hari ini, coba kau tanya Khofifah, sepertinya dia senggang,” jawab Alfina.
“Khofifah, mau kah kamu ikut dengan ku? Bantu-bantu di ndalem bu Nyai?” Tanya Kia. “Oh tentu, dengan senang hati aku mau,” jawab Khofifah.
Zazkia bersama khofifah pun sore itu mulai membantu bi Ijah menyiapkan makanan untuk para santri, menyiapkan makanan untuk acara tasyakuran nanti malam di ndalem pak Yai Miftahul Huda’, membersihkan halaman, serta menata karpet dibantu khodim putra lainnya. Kia sudah dua tahun menjadi khodimah Abah Yai Miftahul Huda dan Bu nyai Azizah. Di hari-hari biasa, tugasnya sebagai khodimah setelah sekolah pagi, kemudian sorenya membantu menyiapkan makanan para santri, kadang juga menemani Gus Akmal, putra Abah dan Umi yang masih berumur 3 tahun.
Kia suka sekali ngaji kitab kuning bersama Abah Miftah, banyak sekali wejangan ilmu, kemuliaan, adab serta tatakrama yang disampaikan beliau. Salah satu alasan Kia ingin berkhidmah pada pondok yaitu dengan menjadi khodimah Abah dan Ibu yai. Kia ingat sekali Abah pernah menyampaikan, al’ilmu bitta’allum, wal barokatu bil khidmah. Ilmu bisa dicari dengan belajar, dan barokah bisa dicari dengan khidmah. Sejak saat itu, Kia bertekad menjadi khodimah. Tak hanya itu, beliau pernah menyampaikan hendaknya sebagai santri harus giat mencari ilmu, mencari keberkahan ilmu.
Suatu waktu, bersama Pak Yai Miftah saat ngaji kitab Ta’lim Muta’allim, beliau pernah menyampaikan, “bagaimana ingin mendapatkan keberkahan ilmu, jika adab mencari ilmu saja tidak diperhatikan, ilmu tersebut tidak akan nempel bertahan lama dan tidak mendapat berkah, salah satu adabnya mencari ilmu di antaranya hormat dengan guru atau muallim, datang ke majlis pengajian sebelum ustaz dan ustazah datang.
“Termasuk penghormatan pada muallim adalah menghormati anak-anaknya dan orang-orang yang berhubungan dengannya. Dahulu, Syekh Islam Burhanuddin penulis kitab Al-Hidayah menceritakan bahwa ada salah seorang ulama besar di Bukhara duduk mengajar, di sela-sela pelajaran ia sering berdiri, murid murid bertanya mengenai hal ini, beliau menjawab, “sesungguhnya putra guruku sedang bermain bersama anak-anak kecil di lorong, kadang-kadang ia datang ke pintu masjid, bila aku melihatnya aku akan berdiri untuknya sebagai tanda hormatku kepada guruku”. Oleh karena itu, sebagai santri, kita harus selalu menghormati guru kita, salah satu bentuk penghormatan kita yaitu dengan tidak berjalan di depannya, tidak duduk di depannya, tidak mulai bicara di depannya kecuali atas izinnya, dan tidak mengetuk pintunya tetapi bersabar menunggunya sampai keluar.” Jelas Pak Yai Miftah.
Kia ingin sekali mencari keberkahan hidup, mungkin salah satu cara yang bisa ditempuh saat itu adalah dengan menjadi khodimah. Dan Kia telah melewati selama dua tahun sejak dia kelas 11 aliyah, sekarang dia kelas 12, pikirnya mungkin setelah lulus dia tidak akan melanjutkan ke bangku kuliah, namun ia akan tetap berkhidmah di pondok, toh bapak ibunya di rumah tidak ada biaya untuk mengantarkannya ke bangku kuliah, meskipun keinginan terbesarnya adalah bisa melanjutkan kuliah di universitas yang ia impikan serta bisa melanjutkan mondoknya.
Setelah acara tasyakuran di ndalem Abah yai Miftahul Huda’, Kia pun bersama Khofifah diminta ikut beres-beres. Memang, salah satu hak Istimewa khodimah adalah selain bisa dekat dengan orang alim, juga sering diajak jalan-jalan dan bersilaturahmi dengan kyai yang lainnya. Malam itu setelah beres-beres, Kia diajak Abah dan Ibu Nyai untuk menemani Gus Akmal ke rumah kakak Abah Yai Miftahul Huda’ yaitu Pak Yai Miftahul Fahmi untuk bersilaturahmi.
Bersambung….
–
Oleh: En
Foto: Pojok Pitu