Ketika mendengar kata puasa, apa yang terbesit? Menahan lapar dan haus, merasa bahwa badan akan menjadi lemas, atau tidurnya orang puasa adalah ibadah? Pasti banyak hal yang terlintas. Namun, dari situlah kita perlu menilik kembali tentang hakikat puasa dan seberapa pentingnya puasa.
Ustaz Maulidi dalam kitab qulhadihi sabilli menerangkan “berpuasa itu makna hakikinya bukan tidak makan dan minum namun subtansi dari kata shiyam yang artinya berpuasa ialah menjaga lisan dari hal yang madzmumah “. Beliau juga menambahkan keterangan dari hal tersebut bahwa madzmumah adalah segala sifat tercela mulai dari ghibah, iri, dengki, sombong, fitnah sehinga dari situ berarti esensi puasa juga harus menjaga lisan. Dilihat dari fenomena masyarakat saat ini banyak sekali orang yang berpuasa namun hanya memperoleh lapar dan haus karena kurangnya mereka untuk menahan diri dari sifat tercela seperti membicarakan keburukan orang lain , iri, maupun dengki. Bahkan dengan adanya teknologi, dewasa ini semakin mudah orang menyebar berita hoax atau memberikan komentar yang berisi ujaran kebencian.
Keutamaan-keutamaan yang diperoleh dari orang yang puasa yaitu orang yang berpuasa disisi Allah baunya lebih harum dari minyak misik (minyak paling wangi di negara arab, zaman dahulu), merasa senang ketika berbuka. Orang yang berpuasa adakah orang yang berbahagia, karena bisa bertemu dengan Allah. Bukankah bisa bertemu dengan Allah adakah kabahagiaan yang hakiki? Sehingga dapat disimpulkan bahwa puasa itu penting. Melalui puasa, akan mendapatkan banyak keutamaan-keutamaan yang tidak dimiliki oleh orang yang tidak melaksanakan puasa.
Keutamaan puasa ini tentu dapat hanya dapat diperoleh ketika seseorang tidak hanya mampu menahan haus dan lapar. Tetapi juga harus menjaga diri dari perbuatan tercela serta mampu mengendalikan lisan dan seluruh anggota tubuh.
Oleh: Fauziya
Pengajian Qul Hadzihi Sabil Ustaz Maulidi