Polemik politik Ahlusunah Waljamaah bermula dari pemerintahan Khulafaur Rasyidin pada Khalifah Ali bin Abi Thalib. Polemik ini apabila ditarik garis panjang sejarahnya bermula dari Perang Jamal oleh Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Sayyidah Aisyah, kemudian meletusnya fitnatul qubro, peperangan antara 100.000 tentara Khalifah Ali dengan 110.000 Muawiyyah bin Abu Sufyan yang menduduki sebagai Gubernur Damaskus dengan dibantu Amr bin Ash.
Polemik ini berakhir setelah diadakanya arbitrase, perdamaian yang disebut dengan Daumatul Jandal. Peristiwa Daumatul Jandal diwakili oleh Abu Musa Al Asy’ari dari pihak Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan Amr bin Ash dari pihak Muawiyyah bin Abu Sufyan. Dengan harapan berakhir damai untuk tidak melantik siapapun, namun perpecahan politik dilakukan oleh Amr bin Ash dengan melantik Gubernur Muawiyah bin Abu Sufyan sebagai khalifah.
Terjadinya peristiwa pelantikan Muawiyyah bin Abu Sufyan sebagai khalifah menimbulkan keributan dan reaksi fanatisme di masyarakat muslim saat itu sehingga muncul kelompok-kelompok fanatis. Pertama, kelompok yang fanatik dengan pihak Ali bin Abi Thalib disebut dengan kelompok syiah, mereka yang tidak setuju dengan pengangkatan Muawiyyah bin Abu Sufyan. Kedua, kelompok Ali bin Abi Thalib yang tidak setuju dengan Ali, kelompok inilah yang disebut dengan kelompok khawarij (kelompok yang membolehkan membunuh karena perbedaan). Kelompok ini juga yang mempersiapkan algojo untuk membunuh 3 orang yaitu Ali bin Abi Thalib, Muawiyyah bin Abu Sufyan, dan Amr bin Ash.
Namun, pada akhirnya hanya Ali bin Abi Thalib yang berhasil dibunuh oleh Ibnu Muljam. Ketiga, kelompok fanatis yang mendukung Muawiyah bin Abu Sufyan. Di luar itu ada kelompok sufi, ulama yang tidak membela sama sekali dan cenderung diam dari perselisihan politik. Kelompok inilah yang disebut dengan Ahlusunnah Waljamaah.
Tidak bisa dipungkiri jika umat Islam pada nantinya akan terpecah beberapa kelompok, hal ini sesuai dengan yang sudah disabdakan Rasulullah saw. ketika masih hidup, “Umat Islam nanti akan pecah menjadi 73 golongan, Yang selamat dari padanya satu golongan dan yang lain celaka”.
Berakhirnya kekuasan khalifah Khulafaur Rasyidin yang kemudian dilanjutkan oleh Dinasti Umayyah adalah situasi subur terjadinya perpecahan kelompok-kelompok umat muslim. Dari 3 kelompok kemudian pecahan-pecahan itu berpisah dan membangun kelompok sendiri, seperti Khawarij, Syiah, Murjiah, dan Najariyah. Menurut jumhur ulama di luar itu yang masih berpegang pada ulama disebut dengan Ahlusunah Waljamaah.
Baca juga
- Bersama Lora Ismael Al-Kholilie: Santri Masa Kini Masih Kurang Literasi, Jangan Ya Dek Ya!
- Ngalap Berkah: Sambung Silaturahmi Komplek Q Yogyakarta dan PTYQ Menawan Kudus
- Opening Ceremony Harlah Ke-35 Komplek Q: Khidmah Santri, Melestarikan Tradisi, Berjiwa Islami
- Keseruan Lomba Agustusan di Komplek Q
- Malam Tirakatan dan Penutupan Muharroman
Sekarang ini, polemik politik yang kita rasakan sangatlah berbeda dengan keadaan umat muslim pada awal isu hangat-hangatnya awal perpecahan. Namun juga tidak jarang polemik politik ini dibumbui dengan peristiwa di masa lalu. Tantangan kita, umat muslim dalam mempertahankan Aswaja pada saat ini terbagi menjadi 4 isu, yaitu komunisme, neoriberalisme, kapitalisme, dan sosialisme.
Sesuai dengan sabda Rasulullah saw. akan banyak sekali nantinya kelompok yang mengatasnamakan Aswaja. Namun ini dapat dengan mudah kita telurusi dari manhaj fikr-nya, cara berfikirnya, secara syariat islam mengikuti siapa dan ideologinya. Apabila ditarik garis lurus ke atas, sanad keilmuan yang mutawatir ulama yang diikuti dan sampai pada ulama-ulama abad ke 3 Hijriyah bisa dipastikan bahwa jelas sebagai paham Ahlusunnah Waljamaah yang mengikuti aimmatul mujtahidin, para salafus salih bisa dipastikan benar.
Maka dari itu sebagai generasi Ahlusunah Waljamaah sekarang ini dan masa yang akan datang, wajib bagi kita untuk membumikan Aswaja Islam Rahmatallil’alamin untuk ikut membatasi dan ikut berkontribusi dalam menyebarkan Aswaja. Kelompok-kelompok yang mengklaim dirinya sebagai Aswaja namun hanya untuk menyesatkan kepada hal yang tidak benar, tidak sesuai dengan Alquran dan hadis akan terus bergerak dan menggencarkan aksinya menguasai social media, pengajian, dan media dakwah lainya. Saat inilah memang waktunya kita untuk terus bergerak nyata dalam membumikan Aswaja. Wallahua’lam.
Oleh: Alifia Dityasari
Sumber: Pengajian Aswaja oleh Bapak Ikhsanuddin pada OSPEP 2020