NAWAF DAN RASA INSECURE-NYA

Diposting pada

Nawaf terdiam. Ibu dan kedua kakaknya ikut diam dan menyimak.

“Kalau Nawaf merasa dinomor duakan, coba pikir-pikir lagi. Apa itu hanya pikiran negatif  Nawaf saja? karena Nawaf sedang merasa tidak percaya diri. Nanti malah suuzan lho, nak. Sekarang ubah pikiran Nawaf itu, ya nak. Fokus dengan apa yang kamu punya dan jangan pernah berhenti untuk bersyukur dengan apa yang Allah kasih”, imbuh bapak, lagi.

“Bapak, ibu, dan kakak-kakakmu selalu bangga dengan apapun yang kamu lakukan selama itu adalah hal-hal yang baik. Iya kan bu, kak?”, bapak melontarkan pertanyaan pada ibu dan kakak-kakaknya.

Kakak pertama mengangguk. Kakak keduanya mengacungkan 2 jempol untuk Nawaf.

Ibu, memeluk Nawaf. 

Sambil berkaca-kaca, Nawaf terbata “b-berarti selama ini Nawaf hanya kurang bersyukur dengan apa yang udah Allah kasih, ya Pak. Astagfirullahal ‘adzim, maafkan Nawaf  Ya Allah..”.

Akhirnya bapak, ibu, dan kedua kakaknya memeluk Nawaf.

Sampai listrik kembali menyala, yang menghangatkan sedari mati listrik tadi tidak hanya satu—dua—tiga atau empat lilin yang sengaja dinyalakan. Tetapi dawuh-dawuh bapak Nawaf dan pelukan serta rangkulan keluarga yang jauh lebih menghidupkan kehangatan di antara mereka.

Perihal insecure, tidak akan habis jika terus berlarut di dalamnya. Yang perlu kita perbaiki adalah pikiran-pikiran negatif kita sendiri. Stop, bandingkan diri sendiri dengan orang lain and let’s fokus mengembangkan kelebihan yang sudah Allah anugerahkan.

Cirebon, 25 Januari 2021

Oleh: Nadiya Qothrunnada

Photo by Kat J on Unsplash