New Normal Bukan Back to Normal

Diposting pada

Sejak masuknya pertama kali, Covid-19 belum menampakkan penurunan yang signifikan. Sedangkan yang terjadi malah sebaliknya, pasien positif Covid-19 terus bertambah setiap harinya. Bahkan peningkatannya selalu lebih dari seribu pasien perhari. Di samping itu, perekonomian semakin merosot akibat pandemik yang terjadi sehingga pemerintah terus menggaungkan kebijakan new normal meskipun beberapa elemen masyarakat belum menyetujui hal tersebut. Kebijakan yang diambil oleh pemerintah harus dipikir dan direncanakan dengan matang. Jika tidak, akan memunculkan cluster baru yang mengakibatkan peningkatan pasien positif Covid-19 semakin tajam.

Awal Juli ini pasien positif Covid-19 telah mencapai kurang lebih 65.000 pasien. Meskipun angka kesembuhan telah mencapai hampir 50%, tentu saja Covid-19 belum sepenuhnya menghilang dari Indonesia. Namun, yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia malah menanggalkan protokol kesehatan yang semula sangat antusias untuk dipatuhi. Beberapa pasar telah melakukan aktivitas secara normal tanpa menggunakan masker dan mulai melupakan kebiasaan cuci tangan bagi pembeli maupun penjual. Padahal kebijakan New Normal yang digaungkan oleh pemerintah ini bukan memberikan instruksi kepada masyarakat untuk Back to Normal.  

New Normal berarti mengubah perilaku atau melakukan pola hidup baru yang harus dilakukan agar dapat tetap menjalani aktivitas normal selama pandemi. New normal dilakukan sebagai kebiasaan untuk kesiapan warga dalam menjalani perubahan perilaku yang baik. Perubahan pola hidup ini dibarengi dengan menjalankan protokol kesehatan sebagai upaya pencegahan penularan Covid-19. Menggunakan masker, tetap melakukan physical distancing, dan membiasakan diri untuk mencuci tangan adalah bagian dari New Normal yang harus tetap dilakukan.

Lantas siapkah masyarakat Indonesia melakukan New Normal?

Dari segi sosial, New Normal masih belum bisa menjadi kebiasaan dalam masyarakat. Penerapan physical distancing masih belum mampu dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat juga masih belum terbiasa melakukan silaturahmi secara virtual, sehingga perkumpulan masih sering terjadi. Rasa bosan juga seringkali menjadi alasan bagi masyarakat untuk tetap keluar rumah meskipun  tidak penting- penting amat.

Sedangkan dari segi pendidikan, melakukan pembelajaran secara daring masih belum menunjukkan efektivitas. Keadaan jaringan yang belum merata di beberapa daerah menjadi masalah serius bagi pemahaman siswa terkait pembelajaran secara daring. Perkembangan teknologi masih belum cukup untuk menggantikan efektivitas  pertemuan tatap muka antara guru dan murid dalam proses pembelajaran.

Oleh: Avita Rahmayanti

Foto: malutpost.id