Pesan hikmah Mbah Maimoen Zubair- KH. Maimoen Zubair atau akrab dengan panggilan Mbah Maimoen adalah seorang kiai kharismatik kelahiran Rembang, 28 Oktober 1928. Dalam persoalan menimba ilmu, Mbah Maimoen menyatakan bahwa manusia harus mendatangi ilmu, karena ilmu tidak bisa mendatangi dengan sendirinya.
Sebab itu, kedatangan rombongan Tim Anjangsana dengan maksud memperkokoh keilmuan merupakan langkah yang tepat. Apalagi sekaligus menelusuri sanadnya sehingga ilmu itu nyambung hingga ke pucuk sumber yang shahih, yaitu Nabi Muhammad saw. “al-ilmu yu’ta wa la ya’tii. Ilmu itu didatangi bukan mendatangi dirimu,” tutur Mbah Maimoen Zubair dengan penuh kehikmatan menerangkan kepada para tamu.
Baca juga Semakin Tinggi Tingkat Ibadah, Semakin Sedikit Rasa Suudzon
Beliau itu mengumpamakan seperti air di dalam sumur yang harus kita timba. “Sebagaimana kita menginginkan air di dalam sumur, kita harus menimbanya,” ujar Mbah Maimoen. Tak hanya terkait dengan esensi ilmu yang manusia harus terus menerus menimba dan belajar, tetapi juga berbagai persoalan bangsa maupun penjelasan sejarah meluncur deras dari mulutnya sehingga para tamu nampak makin khidmat dalam menyimak paparan-paparan Mbah Maimoen.
Terkait dengan persoalan kebangsaan dan politik yang terus mengalami turbulensi, Mbah Maimoen berpesan agar tidak semua orang ikut larut dalam permasalahan sehingga melupakan tugas terdekatnya sebagai manusia. Hal ini akan berdampak pada ketidakseimbangan hidup dan kehidupan itu sendiri.
Seperti persoalan politik di Ibu Kota Negara, menurutnya hal itu fardhu kifayah saja, bukan fardhu’ain yang seolah seluruh masyarakat di Indonesia ikut larut dalam hiruk-pikuk sehingga melupakan tugas penting yang melekat pada dirinya.
Baca juga I’tibar dari Peristiwa Isra Mikraj Nabi Muhammad saw.
Mbah Maimoen juga berpesan kepada santri dan seluruh masyarakat Indonesia pada umumnya untuk menjaga tali silaturrahim, utamanya kepada guru-guru dan kiai-kiai sepuh dalam menyikapi setiap persoalan bangsa maupun konflik yang sering terjadi di tubuh organisasi.
Marwah kiai dan pesantren merupakan ruh di tubuh organisasi seperti Nahdlatul Ulama (NU). Sehingga setiap persoalan yang datang di tubuh NU, hendaknya diselesaikan dengan musyawarah dan disowankan terlebih dahulu kepada para kiai sepuh yang tentu pandangannya lebih luas dan arif.
Sumber:
Oleh: Kelas XII TB SMK Ma’arif Al-munawwir
Pictured by mtsalanwarsarang.sch.id