Puasa sebagai Sarana Riyadloh

Diposting pada

Abu Hurairah berkata, telah bersabda Rasulullah saw, “Barangsiapa pernah melakukan kezaliman terhadap saudaranya, baik menyangkut kehormatannya atau sesuatu yang lain, maka hendaklah ia minta dihalalkan darinya hari ini, sebelum dinar dan dirham tidak berguna lagi (hari kiamat). (Kelak) jika dia memiliki amal saleh, maka amal saleh tersebut akan diberikan kepada orang yang didholimi seukur kedholimannya, namun jika seseorang tersebut tidak memiliki amal saleh, keburukan orang yang dizalimi akan diberikan kepada orang tersebut seukur kezalimannya.”

Ini merupakan dalil pentingnya istihlal atau meminta halal. Dalam kamus Al-Munawwir, حل “ha-la” salah satu artinya adalah benang yang ruwet. Halal bi Halal menguraikan keruwetan itu, mengurai, dan meluruskan kembali hubungan yang kusut antar manusia. حل juga berarti mengalir, memecah, dan mencair. Momen Halal bi Halal menghangatkan kembali hubungan yang sudah dingin, mencairkan hubungan yang keras, dan yang jauh menjadi dekat.

Bulan Syawal merupakan sarana kita untuk memperbaiki diri, meningkatkan kualitas diri, dan belajar dari kesalahan, baik kesalahan diri sendiri maupun orang lain. Seperti tutur Jack Ma “we must learn from our mistakes” kita harus belajar dari kesalahan kita. Kita sering kali terpesona oleh kesuksesan seseorang, tapi abai dengan perjuangan yang dilakukan dibaliknya, lika-liku menuju sukses, riyadloh yang dijalani, dan tirakat yang dilakukan. Orang hebat sejatinya bukan sekadar orang yang sukses, tapi orang hebat adalah orang yang selalu intropeksi, selalu belajar dari peristiwa sekarang untuk menjadikannya batu loncatan untuk menjadi lebih baik di kemudian hari.

Santri harus selalu belajar dan selalu intropeksi, menyiapkan diri, karena nantinya menyampaikan ilmu agama kepada masyarakat awam merupakan tantangan besar, bagaimana menyampaikan ilmu agama dengan bahasa dan tindakan yang mengena ke masyarakat awam. Terdapat suatu kisah 2 ulama besar, yang pertama adalah Abdullah bin Mubarak, beliau adalah ulama ahli dakwah, blusukan ke pedesaan, mengembangkan, dan melayani masyarakat.

Baca juga

Yang kedua adalah Fudhail bin Iyadh, beliau adalah ahli sholat, ahli tadarus, ahli tahajud, ahli i’tikaf, dan beliau menghabiskan waktunya di dua masjid yakni Masjid al-Haram dan Masjid Nabawi. Kemudian suatu hari Abdullah mengingatkan Fudhail “Kalau kamu tahu apa yang kamu lakukan, maka ibadahmu hanyalah main-main, hanya menangis-menangis. Karena ibadah yang sesungguhnya adalah berkumpul dengan masyarakat, melayani masyarakat, dan bersabar dengan hal-hal yang menyakiti dari masyarakat.”

Jika ditelisik, setiap ibadah pasti ada kaitannya dengan hidup bermasyarakat, contohnya sholat yang merupakan ibadah ritual, namun menjadikan  تَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ mencegah dari perbuatan-perbuatan keji dan mungkar. Hidup bermasyarakat mengajarkan kita untuk memperhatikan dan peduli pada sesama, tidak egois mementingkan diri sendiri. Jangan sukses sendiri, tapi sukseslah bersama. Jangan sholat sendiri, ajaklah yang lain untuk sholat bersama berjamaah. Jangan sholat malam sendiri, bangunkan teman yang lain agar dapat sholat malam juga. Jangan nderes sendiri, ajak orang lain untuk nderes juga.

Riyadloh mondok di Krapyak hanya 2, yakni nderes Al-Qur’an dan muthola’ah kitab. Para guru dan kyai krapyak sudah memberikan keteladanan dengan riyadloh sing tenanan. Mbah Kyai Zainal Abidin Munawwir adalah sosok yang begitu rajin muthola’ah, sampai membawa kitab ke mana pun. Suatu saat Mbah Zainal berkata kepada salah satu santri “pondok ini adalah pondok wakaf, kalau kamu tidak mengaji hanya bermalas-malasan, tidak usah ke sini”.

Begitupun dengan KH Ahmad Warson Munawwir, beliau riyadloh-nya luar biasa, terutama dalam penyusunan Kamus Al-Munawwir yang sekarang begitu fenomenal dan banyak digunakan sebagai kamus rujukan. Semoga kita semua terutama santri Krapyak dapat meneledani beliau-beliau, dan para masyayikh terdahulu dengan  berusaha menjalani 2 riyadloh tersebut.

Oleh: Hanin Nur Laili

Sumber: Mauizah hasanah Ustaz H. Ikhsanudin, M. S. I. dalam Halal bi Halal dan Pembukaan Kegiatan PP Al-Munawwir Komplek Q