Perempuan saat ini bukan lagi mereka yang terkungkung di dalam rumah dengan segala tugas kerumahtanggaan. Melainkan, perempuan saat ini adalah perempuan yang memiliki banyak peran dalam kehidupannya. Perempuan mampu berkiprah di dunianya, menyuarakan pendapatnya, mendapatkan pendidikan yang layak sekaligus melakukan tugas kerumahtanggaan. Perempuan adalah pejuang tangguh, tidak hanya cantik diluar namun perempuan juga bersinar dengan kecerdasannya, tegas dan juga empati. Hal inilah yang dilihat dan dirasakan oleh seorang ulama perempuan dari Padang Panjang.
Beliau adalah Rahmah El Yunusiyah yang sering dipanggil dengan nama Syaikhah Hajjah Rangkayo Rahmah El Yunusiyah, gelar yang diperoleh dari Universitas Al-Azhar. Beliau pendiri pertama Madrasah Diniyyah Putri Padang Panjang dengan desain kurikulum sekolah khusus perempuan, yang menjadi inspirasi Universitas Al-Azhar untuk mendirikan sekolah perempuan sekaligus mendesain kurikulumnya. Pendidikan perempuan modern juga merupakan hal penting dalam peradaban. Rahmah El Yunusiyah adalah pahlawan sekaligus ulama perempuan yang mengorbankan jasanya untuk pendidikan.
Semangat sejati Rangkayo Rahmah adalah semangat keulamaan perempuan yang berpikir seutuhnya soal eksistensi kemanusiaan perempuan.
Kalis Mardiasih dalam Sister Fillah, You’ll Never be Alone
Beliau lahir di tanah Nagari Bukit Surungan, Padang Panjang, pada 29 Desember 1900. Sejak kecil, putri bungsu dari pasangan Muhammad Yunus al-Khalidiyah dan Rafia ini dikenal memiliki watak yang keras dan berkemauan kuat, kemampuan membaca yang dimiliki Syaikhah dimanfaatkannya untuk membaca banyak buku. Sepeninggal ayahnya, membuat beliau memikirkan hal dan menyelesaikan sendiri sehingga jarang bergaul dengan teman sebayanya. Hal ini membuat ia tumbuh menjadi gadis yang pemalu.
Syaikhah bersekolah di Diniyyah School yang didirikan oleh kakaknya bernama Zainuddin Labay El Yunusy. Sekolah Islam berbasis Modern, di mana dalam setiap kelasnya terdapat perempuan dan laki-laki. Keadaan ini membuat Syaikhah tidak nyaman, pasalnya satu kelas dengan laki-laki membuat perempuan terbatas untuk mengutarakan pendapatnya. Berkat hal ini pula Syaikhah mengusulkan gagasannya untuk mendirikan sekolah perempuan sendiri kepada kakaknya saat menduduki kelas enam Diniyah.
“Kalau saya tidak mulai sekarang, maka kaum saya akan tetap terbelakang. Saya harus mulai dan saya yakin akan banyak pengorbanan yang dituntut dari diri saya. Jika kakanda bisa, kenapakah saya, adiknya, tidak bisa. Jika lelaki bisa, kenapa perempuan tidak bisa.” Ujar Syaikhah.
Beliau belajar banyak hal selama masa sekolahnya. Menurutnya, perempuan tidak hanya wajib mempelajari ilmu seputar akidah dan fikih ibadah saja, melainkan penting bagi perempuan untuk mengetahui ilmu-ilmu lainnya yang tak hanya berupa pemikiran, tetapi juga dipraktekkan sehari-hari. Seperti semangat Diniyah Putri yang melihat potensi perempuan dengan pengalaman khusus untuk kelak menjadi seorang ibu. Sehingga membutuhkan nilai khusus pula untuk membentuk dirinya. Syaikhah menolak segala bentuk bantuan baik yang datang dari musuh (Belanda) ataupun yang dari dalam negeri sendiri. Hal ini dilakukan karena ia tidak ingin kurikulumnya diatur-atur. Perempuan yang berpendidikan akan memiliki potensi yang baik untuk mengajarkan nilai-nilai yang baik untuk anak-anaknya kelak.
Pada kongres perempuan Indonesia di Batavia pada tahun 1935, Syaikhah mewakili Serikat Kaum Ibu Sumatera (SKIS). Ia memperjuangkan hak penggunaan ciri khas budaya Islam dalam kebudayaan Indonesia seperti berjilbab dan berbusana muslim. Ulama Aceh memandangnya sebagai ulama perempuan terkemuka di Sumatera. Syaikhah adalah ulama perempuan yang sangat menyejarah. Warisan yang ditinggalkannya abadi sepanjang zaman. Warisan yang beliau tinggalkan sesungguhnya adalah mengambil Islam dengan nilai-nilai kemajuan yang berani mendobrak kejumudan berpikir dan sangat peduli pada pengalaman perempuan.
Sebagai perempuan, semangat seperti inilah yang hendaknya terus dikibarkan. Perjuangan memerdekakan hak perempuan dan menyuarakan suara perempuan oleh Syaikhah adalah bentuk nyata bahwa perempuan memiliki hak yang sama seperti laki-laki, yaitu berhak mendapatkan pendidikan yang layak, bebas menyuarakan pendapat dan bebas berekspresi. Oleh karena itu, sebagai perempuan hendaknya saling menguatkan bukan saling menjatuhkan.
Oleh: Eka Novitha
Sumber:
Kalis Mardiasih. Sister Fillah You’ll Never be Alone.
Tebuireng.online
Tebuireng.online
Ilustrasi: tirto.id