Kita sudah tidak asing lagi dengan istilaj santri, yaitu sebutan untuk seseorang yang menimba ilmu, mendalami agama Islam di pesantren yang dipimpin oleh seorang kyai yang kharismatik.
Menurut bahasa, istilah santri berasal dari bahasa Sanskerta, “shastri” yang memiliki akar kata yang sama dengan kata sastra yang berarti kitab suci, agama dan pengetahuan. Ada pula yang mengatakan berasal dari kata cantrik yang berarti para pembantu begawan atau resi.Seorang cantrik diberi upah berupa ilmu pengetahuan oleh begawan atau resi tersebut.Tidak jauh beda dengan seorang santri yang mengabdi di pesantren, sebagai konsekuensinya ketua pondok pesantren memberikan tunjangan kepada santri tersebut.
Dikarenakan tujuan santri di pondok pesantren adalah untuk mendalami ilmu-ilmu agama Islam, maka sudah seharusnya santri mukim atau menetap selama beberapa kurun waktu tertentu demi mengkaji kitab – kitab klasik karya ulama’ terdahulu yang mana di kemudian hari akan diamalkan untuk dirinya sendiri dan sebagai bekal, pedoman di tengah – tengah masyarakat.
Normalnya, setiap hari santri rutin menjalankan kegiatan sebagaimana mestinya, seperti; sholat berjamaah, ngaji bandongan, sorogan, pengajian Al Qur’an, madrasah Diniyah, dll. Akan tetapi, kita tidak bisa memungkiri, bahwa kita sedang diuji dengan adanya wabah virus Corona atau Covid-19. Dengan terpaksa kegiatan tidak berjalan seperti biasanya. Dimana biasanya para santri tetap menimba ilmu dan berinteraksi dengan ustaz ataupun ustazah, kini tidak bisa lagi dilaksanakan karena kegiatan ngaos harus dilaksanakan secara online (kecuali bagi yang tetap mukim) dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi dan kemajuan zaman.
Walaupun demikian, santri tidak boleh putus asa dan menyerah, karena masih banyak kegiatan-kegiatan positif yang bisa dilakukan selama di rumah, salah satunya ketika di tengah wabah seperti ini tugas santri adalah memberikan edukasi kepada masyarakat agar tetap tenang dan waspada menghadapi kondisi ini. Pada saat seperti ini, santri harus memberikan kontribusi nyata. Seperti yang telah di jelaskan oleh wakil Presiden Republik Indonesia KH. Ma’ruf Amin “pemegang saham terbesar di negeri ini adalah santri”.
Santri harus cekatan dalam mempelajari lingkungan sekitar mengenai pandemi Covid-19, mempelajari beragam informasi yang berseliweran di media sosial yang terkadang bertentangan antara satu dengan yang lain. Dengan penguatan literasi dan tambahan wawasan akademik yang mumpuni santri dapat menjadi sosok kredibel guna memberikan informasi mengenai Covid-19.
Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh santri yaitu menyampaikan dakwah kepada khalayak umum sebagai refleksi kesantrian selama di pesantren telah mengkaji dan mempelajari Al Qur’an, Hadis, Fikih dan kitab – kitab klasik lainnya. Dan tidak lupa santri harus mengingat bahwa adanya wabah ini bukan semerta-merta tanpa campur tangan Tuhan, karena adanya wabah ini merupakan musibah untuk menguji hamba-hambanya.
Oleh karena itu, santri harus memberikan edukasi kepada masyarakat untuk senantiasa melakukan ikhtiar lahir seperti; rajin mencuci tangan, jaga jarak, memakai masker, selalu sedia hand sanitizer dan sebagainya sesuai dengan protokol kesehatan. Dan juga ikhtiar batin seperti; memperbanyak istighfar, istighosah, membaca do’a qunut nazilah di setiap shalat fardhu, membaca shalawat tibbil qulub dan sebagainya untuk mendekatkan diri kapada Allah dan memohon agar wabah ini segera berakhir.
Pada intinya, tugas kita sebagai santri yaitu meneruskan perjuangan ulama’ dan kyai yang sudah mendedikasikan untuk umat sebagai bentuk tanggung jawab daripada tugas yang diampunya yaitu “pewaris para nabi” sebagaimana sabda Nabi ” العلماء ورثة الا نبياء “. Seperti itulah seharusnya santri merefleksikan dirinya di tengah – tengah masyarakat pada masa pandemi. Karena bagaimanapun kita nantinya akan di butuhkan untuk agama, bangsa dan negara.
Oleh: Hesti Ludla’In Nafwa
Foto: by Марьян Блан | @marjanblan on Unsplash