Seminar OSPEP: Mewujudkan Santri Berkarakter Unggul

Diposting pada

Sabtu (12/8), salah satu rangkaian kegiatan OSPEP 2023 adalah seminar tema dan motivasi. Ibu Maya Fitria, S.Psi, M.A yang merupakan seorang dosen Psikologi di UIN Sunan Kalijaga dan pengajar di MA Ali Maksum Krapyak, membawakan materi tentang karakter santri pada seminar tersebut. Beliau menjelaskan mengenai karakter manusia secara umum dan menyeluruh, serta  “Sebenarnya bagaimana sih caranya membentuk karakter seorang santri?” secara khusus.

Karakter merupakan watak atau perangai yang khas dan melekat yang dapat dijadikan untuk mengidentifikasi pribadi seseorang. Karakter seseorang dibentuk dari tempat dimana dia berada dan apa saja nilai-nilai atau norma yang dia anut di lingkungan tempatnya tinggal. Dan pastinya, karakter dari tiap individu selalu berbeda.

Ibu Maya membawakan buku berjudul “Profil Santri Indonesia” yang diterbitkan oleh Majelis Masyaikh. Majelis Masyaikh merupakan lembaga yang dibentuk pemerintah, berfungsi untuk mewadahi santri dan pondok pesantren di Indonesia agar karakter dari santri serta pondok pesantren bisa dipertahankan dan tetap bisa mengikuti perkembangan zaman.

Karakter Santri

Ibu Maya menjelaskan rangkuman dari buku “Profil Santri Indonesia” tentang bagaimana bentuk dari karakter santri. Diantaranya:

Pertama, pembelajar sepanjang masa. Maksudnya, setiap orang islam diwajibkan untuk menuntut ilmu sampai dia masuk liang lahat. Kalau dari kitab Ta’lim Al-Muta’allim, syarat seseorang berhasil menuntut ilmu adalah butuh waktu lama (وطول الزمن).

Kedua, berkeislaman yang rahmatan lil aalamin atau menyayangi sesama makhluk Allah.

Ketiga, berakhlakul karimah. Sebab, adab lebih penting daripada ilmu. Sepintar-pintarnya seorang santri tapi jika ia adabnya kurang maka, pihak pondok pesantren atau pengasuh akan merasa gagal dalam mendidik.

Keempat, berilmu yang bermanfaat. Yaitu ilmu yang didapatkan bisa diamalkan untuk diri sendiri dan oranglain. Dalam mempelajari ilmu agama islam sebaiknya diurutkan dari mempelajari ilmu Fikih, kemudian barulah mempelajari ilmu Tasawuf. Tidak boleh hanya mempelajari salah satu, sebab keduanya saling menyeimbangkan.

Kelima, berperikemanusiaan. Beberapa hal yang ada kaitannya dengan peri kemanusiaan adalah membebaskan budak, tentang warisan, pernikahan, dan lain sebagainya.

Keenam, peduli lingkungan. Atau bisa disebut peduli dengan sekitarnya, tidak lepas dari kehidupan santri yang hidup bersama santri-santri lainnya di pondok pesantren. Seorang santri harus memiliki jiwa sosial dan diharapkan bisa bergaul, supaya bisa mengerti dan lebih peka dengan keadaan sekitarnya.

Ketujuh, pondok pesantren melahirkan santri untuk menjadi pendidik. Nah, untuk melestarikan norma agama dan sosial yang ada, seorang santri dalam mempelajari ilmu di pesantren bisa paham bahwa ilmu yang dipelajarinya selalu mengandung norma. Sehingga saat terjun di luar pondok atau di masyarakat, mereka memiliki skema kognitif dalam menghadapi permasalahan yang ada dan akhirnya bisa menerapkan ilmu-ilmu yang telah dipelajari.

Wujud Karakter Santri

Kemudian, Ibu Maya juga menjelaskan cara agar karakter santri tersebut bisa terwujud, yaitu:

  1. Mengutamakan adab daripada ilmu
  2. Memenuhi 6 syarat menuntut ilmu: cerdas, rakus dalam menuntut ilmu, sabar dan sungguh-sungguh, cukupnya modal, bimbingan guru dan waktu yang lama
  3. Responsif dan pro-aktif
  4. Kreatif dan inovatif
  5. Agile, sat-set

Setelah Ibu Maya selesai menyampaikan materi, moderator seminar tersebut membuka sesi tanya jawab. Dan dilanjut mengakhiri acara seminar dengan pembacaan kesimpulan dari moderator, kemudian penyerahan sertifikat oleh panitia kepada Ibu Maya Fitria sebagai pemateri. Diharapkan seluruh santri di Indonesia, khususnya para santri baru yang mengikuti OSPEP 2023 bisa menerapkannya dalam kehidupan dan bisa menjadi santri berkarakter unggul.

 

Penulis: Fariha Fauziah

Dokumentasi Pribadi