Diskusi Ahlussunnah wal Jama’ah (Aswaja) adalah salah satu kegiatan dalam rangkaian OSPEP tahun 2022. Pemateri Diskusi Aswaja kali ini adalah Bapak M. Ikhsanuddin, MSI. Beliau adalah dosen tafsir di IIQ An-Nur Yogyakarta yang juga santri kinasih dari muasis (pendiri) PP Al-Munawwir Komplek Q, yakni KH. Ahmad Warson Munawwir. Acara ini dilaksanakan pada Sabtu, (13/8) pukul 20.30 sampai 22.00 WIB.
Pak Ikhsan menyampaikan bahwa terjadi perebutan istilah “Ahlussunnah wal Jama’ah”. Bermula dari peristiwa Saqifah Bani Sa’idah, sebuah tempat di mana kaum Muhajirin dan Anshar berkumpul untuk memilih khalifah paska wafatnya Rasulullah Muhammad saw. Setelah wafatnya Rasul, terpilih Abu Bakar Ash-Shidiq dengan masa kekhalifahan 11-13 H. Kemudian berlanjut pada masa Amirul Mukminin Umar bin Khattab periode 13 -23 H. Berlanjut pada masa Utsman bin Affan, khalifah Utsman adalah sosok yang lembut dan sangat mengutamakan Al-Qur’an. Namun pada masa Utsman mulai muncul pemberontakan dari golongan yang menolak kebijakan Utsman, rumah beliau dikepung selama 40 hari dan akhirnya beliau wafat terbunuh dalam keadaan sedang membaca Al-Qur’an.
Peristiwa Al-Fitnah Al-Kubro
Peristiwa terbunuhnya Utsman ini disebut sebagai Al-Fitnah Al-Kubro atau fitnah yang besar. Setelah wafatnya khalifah Utsman, dipilih Ali bin Abi Thalib yang menggantikan. Namun pada masa ini umat Islam terpecah menjadi kubu-kubu. Kubu yang mendukung Ali bin Abi Thalib adalah golongan Syi’ah, kubu yang mendukung Muawiyah bin Abu Sufyan, serta kubu yang keluar dari keduanya, dinamakan golongan Khawarij. Khawarij beranggapan bahwa Laa Hukma Illa Allah yang berarti tidak ada hukum selain hukum Allah. Pemimpin pasukan Khawarij yaitu Ibnu Muljam adalah yang membunuh Ali bin Abi Thalib dengan menusukkan pedang ke tubuh Ali bin Abi Thalib saat sedang salat.
‘Ammul Jama’ah: Tahun Persatuan
Karena umat Islam pada masa itu terpecah-pecah menjadi beberapa golongan, pada tahun 41 H sejarah mencatatnya sebagai ‘Ammul Jama’ah atau tahun persatuan. Pada tahun tersebut dimulai kekuasaan Bani Umayyah. Sebuah hadits nabi yang diriwayatkan oleh beberapa muhadits dengan redaksi yang berbeda-beda, menyatakan bahwa umat muslim akan terpecah menjadi 73 golongan, dan yang selamat darinya adalah satu golongan. Ditanyakan “Siapakah yang selamat itu?”. Rasulullah menjawab “Ahlussunnah wal Jama’ah”. Kemudian bertanya lagi “Apakah Ahlussunnah wal Jama’ah itu?”. Rasulullah menjawab “Maa Anaa ‘alaihi al-Yaum wa Ashabii” yang berarti apa yang diajarkan oleh Rasulullah dan diamalkan oleh para sahabat.
Ahlussunnah wal Jama’ah
Ahlusunnah wal Jamaah adalah golongan yang mengikuti Rasulullah, para sahabat, para tabi’in (generasi sesudah sahabat). Ahlussunnah wal Jama’ah tidak fokus pada firqoh-firqoh atau golongan-golongan yang saling terpecah, tetapi fokus pada keilmuan. Termasuk darinya adalah ulama-ulama ahli hadits (Imam Bukhari, Imam Muslim, dst), fiqih (yang berpusat pada 4 ulama madzhab: Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, Imam Hambali), tauhid (Imam Abu Hasan Al-Asy’ari, Imam Abu Mansur Al-Maturidy), akhlak tasawuf (Imam Abu Hamid Al-Ghazali, Imam Junaid Al-Baghdadi).
Sanad Keilmuan KH. Muhammad Munawwir
Kemudian Pak Ikhsan mengurutkan sanad dari ulama tauhid Ahlussunnah wal Jama’ah yaitu Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan ulama fiqih yaitu Imam Syafi’i yang sampai kepada ulama Krapyak. Imam Abu Hasan Al-Asy’ari adalah ulama yang bermadzhab Syafi’i. Imam Abu Hasan Al-Asy’ari mempunyai salah satu murid yaitu Imam Abu Abdillah Al-Bahili, Imam Abu Abdillah Al-Bahili punya murid bernama Abu Bakar Al-Baqilani, Abu Bakar Al-Baqilani punya murid namanya Imamul Haramain Al-Juwaini, Imamul Haramain Al-Juwaini punya murid hebat yaitu Abu Hamid Al-Ghazali.
Kemudian Abu Hamid Al-Ghazali punya murid Abdul Karim As-Syahrastani, Abdul Karim As-Syahrastani punya murid ahli tafsir bernama Imam Fakhruddin Ar-Rozi, Imam Fakhruddin Ar-Rozi punya murid yakni Al-‘Iji, Al-‘Iji punya murid yaitu Imam As-Sanusi, Imam As-Sanusi punya murid Imam Al-Bajuri, Imam Al-Bajuri punya murid namanya Imam Ad-Dasuki, Imam Ad-Dasuki punya murid bernama Imam Ahmad Zaini Dahlan, Imam Ahmad Zaini Dahlan punya murid yakni Syekh Ahmad Khotib Sambas (Kalimantan Barat), Syekh Ahmad Khotib punya murid bernama Syekh Nawawi Al-Bantani.
Syekh Nawawi Al-Bantani punya beberapa murid yaitu Syekh Mahfudz at-Tarmasi, Syekh Arsyad al-Banjari, KH. Sholeh Darat as-Samarani dan KH. Kholil Bangkalan (Madura). Kemudian dari KH. Sholeh Darat dan KH. Kholil Bangkalan lahir ulama-ulama murid setelahnya. Di antaranya adalah KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Chasbullah, di Jogjakarta ada KH. Muhammad Munawwir, pendiri Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak.
Sanad Keilmuan KH. Ali Maksum
Pak Ikhsan lebih lanjut menjelaskan bahwa sanad kitab di Krapyak jalur lain melalui KH. Ali Maksum. KH. Ali Maksum adalah menantu dari KH. Muhammad Munawwir. KH. Ali Maksum adalah murid dari Kyai Dimyati Termas. Kyai Dimyati Termas adalah murid dari kakaknya, Syekh Mahfudz at-Tarmasi. Kyai Ali Maksum dari jalur lain juga merupakan murid dari ayahnya yaitu Kyai Maksum. Kyai Maksum adalah murid dari Kyai Ghozali Sarang. Kyai Ghozali adalah murid dari Kyai Maskumambang Gresik.
Pak Ikhsan menegaskan “Kalau kita kembali kepada jalur ulama ini, bahwa apa yang kita pelajari di pesantren, secara sanad sangat kuat. Benar-benar merujuk kepada ulama-ulama Ahlussunnah yang kategorinya Salafush Shalih.”
Ulama Salafush Shalih adalah ulama yang hidup sampai kurun tahun 300 H atau abad ke 3 Hijriah. Ulama-ulama setelah abad ke 3 H bisa disebut salaf jika beliau-beliau mengembalikan jalur sanad sebagaimana sebelumnya. Sehingga ulama salaf adalah ulama-ulama yang mempertahakan dan tetap mengikuti manhaj para sahabat, para tabi’in dan para tabi’ tabi’in.
Oleh: Hanin Nur Laili
Video: Kanal Youtube