Tradisi Nyadran

TRADISI NYADRAN DALAM HUKUM ISLAM, SYIRIKKAH?

Diposting pada

Tradisi nyadran merupakan tradisi berkunjung ke kuburan atau tempat pemakaman untuk membersihkan dan tabur bunga kuburan para leluhur atau orang tua. Adapula yang diiringi pengajian, tahlilan, shalawatan, kenduri atau pesta hingga acara-acara formal. Nyadran sendiri memiliki pelajaran khusus mengenai birrul walidain atau penghormatan kepada kedua orang tua. Nyadran biasa dilakukan oleh umat Islam di Nusantara. Pelaksanaannya sebelum Ramadhan bahkan di beberapa tempat atau daerah hingga sebelum Idul Fitri.

Secara bahasa nyadran berasal dari kata sraddha yang artinya kepercayaan atau keyakinan dalam bahasa Sansekerta. Kata sadran yang berasal dari bahasa Jawa yang artinya Ruwah Sya’ban karena dilakukan saat sebelum Ramadhan dan dari bahasa Arab yaitu kata shadrun yang berarti dada, sebelum Ramadhan manusia harus ndada (reflksi diri) membersihkan diri lahir batin.

Nyadran tidak hanya acara agama-budaya tetapi nyadran merupakan perantara untuk menjalin hubungan spiritual antara manusia, leluhur dengan Allah sebelum atau menuju Ramadhan. Mengapa? Karena itu sesuai dengan rumusan Islam. Nabi Muhammad saw. mengajak bergembira menyambut Ramadhan melalui hadis “Barang siapa bergembira dengan kehadiran Ramadhan, Allah mengharamkan jasadnya disentuh api neraka.”

Nyadran menjadi ungkapan kegembiraan, unkapan rasa syukur kepada Allah, dan penghormatan terhadap leluhur dan alam. Lantas, apakah nyadran termasuk syirik? Pandangan syirik atau menyekutukan Allah masih dikaitkan dengan tradisi nyadran yang digaungkan oleh kelompok-kelompok anti tradisi di beberapa daerah lebih fokus pada pemurnian Islam di Nusantara. Padahal tradisi dan budaya itulah yang menyebabkan agama di Indonesia memiliki karakter.

Di tengah gempuran paham konservatif dan radikal kita, masyarakat harus mendukung adanya kearifan lokal dan nasionalisme karena bertujuan untuk membentengi adanya atau berkembangnya ideologi terorisme dan ideologi transnasional yang dapat mengganggu kedaulatan NKRI. Nasionalisme dapat diperkuat di lingkungan pendidikan hingga organisasi atau lembaga budaya yang berbasis sifat toleran dan humanisasi.

Dengan cara menghubungkan kebudayaan dengan literasi toleransi dapat menghentikan atau memutus ideologi transnasional yang menimbulkan generasi antitradisi dan antinasionalisme. Maka, adanya tradisi nyadran membantu menjaga tradisi agama, budaya, dan nasionlisme serta nyadran dapat menunjang negara tumbuh besar dengan tetap memegang teguh identitas, kearifan lokal, dan nasionalisme.

Oleh: Atani Salma

Sumber:

nu.or.id

alif.id