“Aku membara dalam cinta Tuhan
Adakah seseorang yang membutuhkan api?
Kamu dapat menyalahkan timbunan sampah
Dengan api yang ada dalam diriku” –Jalaluddin Rumi
Cinta kepada Allah biasa disebut dengan mahabbatullah. Dalam ilmu tasawwuf, mahabbahtullah merupakan derajat tertinggi dari seluruh maqom spiritual. Mahabbatullah adalah perjalanan hakikat, yang sifatnya esoteris. Sehingga, untuk menapaki jejak menuju mahabbatullah diperlukan disiplin keimanan dan cinta yang terpuji, bukan kecintaan yang tercela atau yang menjerumuskan kepada cinta selain Allah. Bagi seorang hamba, kadar kecintaan terhadap sesama tidak boleh melebihi kadar kecintaan kepada Allah, karena pada dasarnya seluruh rasa cinta yang ada dalam hati seorang hamba adalah cabang-cabang cinta kepada Allah.
Mahabbatullah dapat dicapai melalui beberapa hal. Pertama, dengan berdzikir atau sering mengingat dan menyebut nama Allah. Seperti yang telah tercantum dalam QS. Al-ahzab ayat 41;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah dengan menyebut (nama-Nya) sebanyak-banyaknya.”
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa berdizikir merupakan hal yang amat penting untuk menjaga kedekatan hamba dengan Allah.
Kedua, adalah dengan senantiasa kagum kepada Allah. Cinta dan kagum adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Hamba yang cinta kepada Allah akan kagum terhadap segala kebesaran dan kekuasaanNya. Kagum kepada Allah tidak akan ada habisnya. Jika digali lebih dalam, kekuasaan dan kebesaran Allah akan semakin tampak. Dengan itu, seorang hamba akan selalu memujinya dalam berbagai kesempatan, kapanpun dan dimanapun seorang hamba berada.
Ketiga, adalah dengan rela dan ridho terhadap apapun yang telah ditakdirkan oleh Allah untuk hamba-Nya. Sebagai seorang hamba, dilarang untuk berprasangka buruk kepada Allah. Sangat tidak pantas jika terdapat rasa kecewa dalam hati seorang hamba jika kenyataan tidak sesuai dengan pengharapan. Karena apapun yang dianggap baik oleh seorang hamba, bisa jadi adalah hal yang buruk, begitu juga sebailiknya. Namun, Allah akan senantiasa memberikan yang lebih dari sekedar baik untuk hambanya.
Keempat, adalah ta’at kepada Allah. Ketaatan merupakan suatu hal yang mutlak untuk dapat menggapai cinta kepada Allah. Karena itu, mahabbatullah tidak dapat dicapai tanpa adanya ketaatan. Taat kepada Allah dapat dimanifestasikan dengan senantiasa menjalankan perintahnya dan menjauhi larangannya.
Dari beberapa hal diatas, dapat disimpulkan bahwa mahabbah merupakan suatu keadaan jiwa yang mencintai Allah dengan sepenuh hati, sehingga sifat-sifat yang dicintai masuk kedalam hati. Tujuannya adalah untuk memperoleh ketenangan bathiniyah yang sulit dilukiskan kata-kata, tetapi hanya bisa dirasakan oleh jiwa. Untuk mencapai Mahabbah pun diperlukan hal-hal yang bersumber dari hati, lalu diterapkan dalam kehidupan nyata. Sehingga wujud cinta dapat tersalurkan dalam bentuk dzahir maupun batin.
–
Oleh: Husna Nailufar
–
Foto: lRifky Nur Setyadi di Unsplash