Jauh sebelum jatuh di tangan Indonesia, kepemilikan kereta api berada di tangan kolonial Belanda, tepatnya sejak tahun 1864. Di tahun 1864, pembangunan jalur kereta api pertama di Indonesia dimulai. Keberhasilan pembangunan tersebut membuat Pemerintah Belanda melanjutkan pembangunan-pembangunan jalur kereta api di daerah lain.
Rel dan kereta api di Indonesia sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Melansir situs resmi Kementerian Perhubungan, Indonesia adalah negara kedua di Asia, setelah India, yang mempunyai jaringan kereta api tertua. Sementara, China dan Jepang baru menyusul kemudian.
Sejarah Kereta api di Indonesia
Sejarah adanya kereta api di Indonesia yaitu ketika pencangkulan pertama jalur kereta api Semarang-Vorstenlanden (Solo-Yogyakarta) di Desa Kemijen oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda Mr. L.A.J Baron Sloet van de Beele tanggal 17 Juni 1864. Perusahaan Swasta Naamlooze Venootschap Nederlansch Indische Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) melakukan pembangunan dengan lebar sepur 1435 mm.
Pada tahun 1942 Pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Semenjak itu, perkeretaapian Indonesia Jepang mengambil alih dan berubah nama menjadi Rikuyu Sokyuku (Dinas Kereta Api). Selama penguasaan Jepang, operasional kereta api hanya diutamakan untuk kepentingan perang. Salah satu pembangunan di era Jepang adalah lintas Saketi-Bayah dan Muaro-Pekanbaru untuk pengangkutan hasil tambang batu bara guna menjalankan mesin-mesin perang mereka. Namun, Jepang juga melakukan pembongkaran rel sepanjang 473 km yang diangkut ke Burma untuk pembangunan kereta api di sana.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, beberapa hari kemudian terjadi pengambilalihan stasiun dan kantor pusat kereta api yang telah Jepang kuasai. Puncaknya adalah pengambil alihan Kantor Pusat Kereta Api Bandung tanggal 28 September 1945 (kini diperingati sebagai Hari Kereta Api Indonesia). Hal ini sekaligus menandai berdirinya Djawatan Kereta Api Indonesia Republik Indonesia (DKARI).
Ketika Belanda kembali ke Indonesia tahun 1946, Belanda membentuk kembali perkeretaapian di Indonesia bernama Staatssporwegen/Verenigde Spoorwegbedrif (SS/VS), gabungan SS dan seluruh perusahaan kereta api swasta (kecuali DSM).
Berdasarkan perjanjian damai Konfrensi Meja Bundar (KMB) Desember 1949, dilaksanakan pengambilalihan aset-aset milik pemerintah Hindia Belanda. Pengalihan dalam bentuk penggabungan antara DKARI dan SS/VS menjadi Djawatan Kereta Api (DKA) tahun 1950. Pada tanggal 25 Mei DKA berganti menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Pada tahun tersebut mulai diperkenalkan juga lambang Wahana Daya Pertiwi yang mencerminkan transformasi Perkeretaapian Indonesia sebagai sarana transportasi andalan guna mewujudkan kesejahteraan bangsa tanah air.
Selanjutnya pemerintah mengubah struktur PNKA menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) tahun 1971. Dalam rangka meningkatkan pelayanan jasa angkutan, PJKA berubah bentuk menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) tahun 1991. Perumka berubah menjadi Perseroan Terbatas, PT. Kereta Api Indonesia (Persero) pada tahun 1998.
Saat ini, PT Kereta Api Indonesia (Persero) memiliki tujuh anak perusahaan/grup usaha yakni KAI Services (2003), KAI Bandara (2006), KAI Commuter (2008), KAI Wisata (2009), KAI Logistik (2009), KAI Properti (2009), dan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (2015).
Oleh: Sasi Kirana
Sumber:
– kai.id
Photo by Brian Suman on Unsplash