Hari Pengentasan Kemiskinan Sedunia: Refleksi Santri di Tengah Pandemi

Diposting pada

Dalam sejarahnya, 17 Oktober 1987 merupakan hari di mana terjadi deklarasi pertama dari 100.000 pembela hak asasi manusia yang berkumpul di Human Right and Liberties Plaza di Trocadero, Paris. Hal ini dipelopori oleh seorang politikus asal Prancis Joseph Wresinski, dilakukan untuk menghormati korban kelaparan, kemiskinan, kekerasan dan ancaman. Gerakan ini kemudian menarik perhatian PBB, sehingga pada tahun 1922 ditetapkanlah tanggal 17 Oktober sebagai Hari Pengentasan Kemiskinan Sedunia.

Kemiskinan sendiri mempunyai makna yang sangat luas. Ada yang menafsirkan kemiskinan sebagai sebuah kondisi di mana manusia tidak mampu memenuhi kebutuhan pokoknya. Kemudian ada juga yang mengartikan sebagai hal-hal yang bersifat moral. Tahun 2020 ini, Hari Pengentasan Kemiskinan memiliki tema bertindak bersama untuk mencapai keadilan sosial dan lingkungan untuk semua.

Tentunya dapat diketahui bersama bahwa 17 Oktober dilalui oleh semua orang pada hampir seluruh belahan dunia dalam kondisi berbalut Pandemi Covid-19. Di mana pandemi ini mau tidak mau berdampak besar terhadap perekonomian masyarakat dunia. Misalnya saja di Indonesia, kita ketahui bahwa beberapa perusahaan melakukan pemberhentian hubungan kerja pada sebagian karyawannya. Kemudian adanya tatanan hidup baru yang mengurangi mobilitas maupun ruang gerak aktivitas masyarakat secara fisik, memberikan dampak pula terhadap kegiatan ekonomi.

Kita sebagai santri misalnya. Sebagian dari kita, ada yang sudah mukim di pondok dengan konsekuensi adanya lockdown, pondok lainnya bisa jadi tidak menerapkan hal yang sama. Akan tetapi dari kesemuanya, kita ketahui bahwa interaksi secara fisik dengan masyarakat secara umum dikurangi. Hal ini tentu memberikan dampak terhadap perkonomian para pedagang sekitar. Meskipun kemudian sudah dapat dilakukan siasat dengan adanya sistem delivery order.

Perekonomian memang menjadi salah satu sektor yang mengalami kegoncangan cukup besar. Memang belum banyak yang mampu kita lakukan, namun sebagai santri sebisa mungkin kita dapat berikhtiar untuk menjaga satu sama lain. Menaati aturan yang ada jika sudah kembali ke pondok, memanfaatkan teknologi yang ada untuk melangsungkan kehidupan dan tetap melaksanakan kegiatan pengajian sebisa mungkin. Kita juga bisa mencoba membuat inovasi lapangan kerja sendiri dengan bantuan teknologi yang ada. Seperti misalnya berjualan secara online, sehingga dapat turut serta menambah pemasukan kita. Jika hal tersebut dapat berkembang, hal tersebut bahkan bisa sangat membantu mengurangi permintaan uang saku ke orangtua. Karena lebih baik mengantisipasi daripada mengobati. Kemudian sedikit tidak masalah, karena dari yang sedikit itu pula, kelak dapat menjadi sebuah bukit.

Sumber:

Oleh : Desi Nur Istanti

Foto: by Nick Fewings on Unsplash