Sejarah hijrahnya Rasulullah saw. merupakan peristiwa yang sangat penting dalam perjalanan sejarah Islam. Peristiwa ini menjadi salah satu kunci perjalanan periode awal. Dalam sebuah hadist riwayat Bukhari, Rasulullah pernah bermimpi hijrah dari Mekah ke suatu kota yang memiliki banyak pohon kurma.
Rasulullah mengira bahwa kota tersebut adalah Yamamah atau Hajar. Akan tetapi, tempat tersebut adalah Yatsrib. Sekarang disebut Madinah. Lalu apa penyebabnya Madinah dipilih sebagai tempat berhijrah? Karena penduduknya memiliki sikap ramah. Suku Aus dan Khazraj yang mukim di Madinah berasal dari Yaman dan dikenal sebagai orang yang memiliki budi yang halus dan perasaan yang lembut. Selain itu, tidak lepas dari beberapa penduduk Madinah yang sudah berbaiat kepada Rasulullah, dalam baiat aqabah pertama dan kedua.
Setelah selesai dilaksanakannya Baiat Aqabah kedua dan setelah Islam mendapatkan wilayah yang siap menampung mereka, maka sejak saat itu Rasulullah ﷺ mengizinkan para sahabatnya untuk hijrah ke Madinah. Satu persatu kaum Muslimin berhasil melakukan hijrah ke Madinah. Mereka umumnya pergi berkelompok dan dengan sembunyi-sembunyi, meski ada juga yang sedikit dari mereka pergi dengan terang-terangan.
Setelah mengetahui kepergian para sahabat Rasulullah ﷺ ke Madinah, kaum kafir Quraisy mengalami kekalutan dan kebingungan. Para pembesar Quraisy bermusyawarah membicarakan cara paling efektif untuk menghadapi bahaya tersebut dan mengumpulkan berbagai pembesar dan tokoh kafir Quraisy untuk mengikuti musyawarah. Kemudian mereka sepakat untuk membunuh Rasulullah ﷺ. Kesepakatan itu diambil setelah Abu Jahal menyampaikan pendapatnya dengan cara setiap suku mengirimkan seorang pemuda yang gagah perkasa serta dibekali sebilah pedang yang tajam. Kemudian mereka diperintah secara bersama untuk membunuh Rasulullah ﷺ.
Ketika mereka sepakat membunuh Rasulullah, malaikat Jibril segera memberi tahu tentang rencana makar mereka dan Allah ﷻ telah mengizinkannya melakukan hijrah. Mendengar berita itu, Rasulullah segera menuju rumah Abu Bakar dan meminta kepadanya agar mendampingi hijrah. Pada saat yang sama, para pembesar Quraisy sudah bersiap-siap untuk melaksanakan rencana mereka. Mereka telah memilih 11 orang dari masing-masing suku untuk menunaikan tugas tersebut. Ketika malam mulai gelap, mereka mengintai rumah Rasulullah ﷺ. Mereka berniat mengeksekusi Rasulullah kala beliau tidur.
Pada waktu yang sangat kritis itu, Rasulullah ﷺ memerintahkan Ali bin Abi Thalib untuk menggantikan tidur di tempat tidurnya dengan menggunakan selimut yang biasa Rasulullah pakai dengan tujuan untuk menghindari kepungan kafir Quraisy. Akhirnya, mereka masuk ke rumah dan mengira Rasulullah ﷺ yang sedang tidur di balik selimutnya. Namun, yang tidur di tempat itu adalah Ali bin Abi Thalib.
Abu Bakar meminta putranya, Abdullah, mengamati segala aktivitas dan merekam semua pembicaraan kaum Quraisy di siang hari, lalu melaporkannya setiap petang menjelang. Abu Bakar juga menyuruh budaknya, Amir bin Fahirah untuk menggembalakan kambing dekat Gua Tsur pada siang hari dan mengistirahatkannya pada petang hari agar dirinya dan Rasulullah dapat minum susu dari kambing gembalaan itu. Asma, putrinya, juga diperintahkan oleh Abu Bakar membawakan makanan setiap petang untuk mereka berdua. Kemudian, Rasulullah dan Abu Bakar pergi menuju Gua Tsur untuk tinggal selama beberapa waktu di sana.
Abu Bakar mendahului Nabi Muhammad ﷺ masuk ke dalam gua untuk memastikan bahwa di dalam gua tersebut tidak terdapat binatang buas dan ular dan selama tiga hari tinggal di dalam gua ini. Abdullah bin Abu Bakar juga ikut menginap bersama mereka untuk melaporkan berbagai peristiwa dan perkembangan yang terjadi di Kota Makkah dan sebelum fajar telah kembali ke Makkah berbaur bersama penduduk seolah-olah dia bermalam di Makkah.
Sementara Amir bin Fahirah ditugaskan membawa gembalannya ke daerah sekitar Gua Tsur. Kambing-kambingnya digiring berjalan mengikuti jalan yang dilalui Abdullah ketika meninggalkan gua, agar jejak kaki putra Abu Bakar itu hilang tidak terlacak. Selain itu, dia juga ditugasi membawa sepotong daging untuk Rasulullah dan Abu Bakar. Akhirnya, kaum musyrik mengetahui Rasulullah berhasil keluar dari Makkah.
Mereka menyusuri setiap jalanan menuju Madinah. Mereka memeriksa tempat-tempat mencurigakan yang mungkin bisa dijadikan tempat bersembunyi. Sampailah mereka tiba di sekitar Gua Tsur. Rasulullah ﷺ dan sahabatnya mendengar derap kaki mereka dan Abu Bakar seketika dilanda rasa takut. Kemudian Allah membutakan mata kaum musyrik sehingga tak seorang pun dari mereka ingin melongokkan kepalanya ke dalam gua.
Hikmah hijrahnya Rasulullah secara sembunyi-sembunyi bukan karena khawatir atas keselamatan dirinya atau takut ditangkap musuh sebelum tiba Madinah. Akan tetapi, menjadi tugas penerapan syariat (wadhifah tasyri‘iyyah) yang mesti dijalankan. Ketika itu sudah dilaksanakan, Rasulullah tinggal mengaitkan hatinya kepada Allah dan bersandar hanya pada petunjuk dan pertolongan-Nya. Maka, setiap Muslim harus menyadari bahwa mereka dilarang menyandarkan segala sesuatu kecuali kepada Allah, tanpa mengabaikan prinsip kausalitas (sebab akibat).
Oleh: Erin Riani
Sumber: islam.nu.or.id
Photo by Artur Aldyrkhanov on Unsplash