Istilah imtihan tentunya bukan suatu hal yang asing lagi bagi kalangan para santri. Istilah yang diadopsi dari bahasa Arab ini, nampaknya sangat familiar di pesantren sampai mengakar rumput di kalangan para santri. Imtihan merupakan salah satu agenda wajib di pesantren yang berisikan ujian kemampuan santri dalam hal pembelajaran, seperti yang dilakukan oleh santri program madrasah salafiyah Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q. Terlepas dari kepopulerannya, sebenarnya apa makna dari imtihan itu sendiri?
Imtihan berasal dari bahasa Arab berupa isim masdar dari kata imtahana-yamtahinu-imtahin-imtihanan yang berarti ujian. Ujian ini sendiri biasanya berupa ujian kemampuan atau tes akademik terkait materi pembelajaran yang telah dipelajari. Ujian menjadi tantangan yang menakutkan dikalangan santri lantaran harus menjawab berbagai soal yang sudah disediakan.
Di Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q sendiri terdapat program madrasah diniyah yaitu program Madrasah Salafiah III (MASAGA) yang mana tiap tahunnya mengadakan dua kali ujian semester yakni ujian semester ganjil dan semester genap. Pada semester genap kali ini di MASAGA, ada empat kategori ujian yaitu ujian tertulis, ujian qira’atul kutub, ujian hafalan nadzom, dan ujian hafalan surat penting.
Untuk menghadapi ujian, terdapat berbagai persyaratan yang harus dilakukan santri agar memperoleh kartu ujian, seperti lunas biaya administrasi ujian dan menyelesaikan takziran bagi yang melakukan pelanggaran. Apabila persyaratan tidak terpenuhi, maka santri tidak mendapat kartu ujian dan tidak diperbolehkan mengikuti ujian. Persiapan lain yang perlu dipersiapkan oleh santri adalah mempelajari materi yang telah disampaikan oleh asatidz-asatidzah selama kegiatan belajar mengajar.
Ketika hari pelaksanaan ujian tiba, tampaklah berbagai macam ekspresi dari para santri. Ada yang sudah siap mengerjakan soal tanpa ada kesulitan, ada yang mengerjakan dengan muka tertekuk mengingat jawaban, dan ada pula yang tengok kanan kiri sambil melirik atau bertanya lembar jawaban temannya.
Ketika imtihan selesai dilaksanakan, nilai menjadi tolak ukur atas keberhasilan santri apakah naik kelas atau tinggal kelas. Namun demikian, hasil bukanlah akhir dari segalanya. Tetapi proses yang diusahakan dan dipersiapkan dengan baik akan mengantarkan pada hasil yang baik pula. Sebagai santri kita harus selalu ingat bahwa Allah selalu mencintai proses seorang hamba-Nya seperti yang tercantum dalam ayat:
اِنَّ مَعَ الۡعُسۡرِ يُسۡرًا
“Maka, sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan.”
Ketika kita sudah bersusah payah mempersiapkan imtihan dengan sebaik mungkin, niscaya Allah akan mempermudah kita dalam menjawab semua soal yang ada. Seperti dawuh KH. Muhammad Fairuz Warson (Pengasuh Komplek Q), bahwa “kabeh iso angger gelem rekoso” (semua bisa asalkan mau susah/berusaha). Hal tersebut semakin meyakinkan kita, bahwa dengan bersusah payah mengusahakan tujuan kita, apapun bisa terlaksana.
Semoga dengan diadakannya imtihan ini kita selalu mendapatkan keberkahan atas apa yang kita pelajari dan kebermanfaatan untuk diri kita sendiri dan bagi masyarakat disekitar kita. Amin ya rabbal ‘alamin
Penulis: Dewi Ayu Masyithoh
Foto: Arsip Media Komplek Q