Mauidhoh hasanah dalam acara pembukaan PKR 1444 H kali ini mengundang Bapak H. M. Ikhsanudin, M.SI. sebagai pembicaranya. Dalam ceramahnya, beliau membahas suatu materi yang dimana terinspirasi dari tema PKR 1444 H yang menurut beliau sangat keren. Yakni “Puasaku totalitas, Ramadanku berkualitas, bandonganku tuntas!”
Dibuka dengan sebuah kenangan beliau tentang gurunya, KH Zainal Abidin Munawwir atau biasa dikenal dengan nama Mbah Zainal. Setiap akan memasuki Ramadan, Mbah Zainal selalu membawa istri beserta putra-putri beliau untuk melakukan general check-up. Hal ini dilakukan Mbah Zainal apabila nantinya terdapat masalah pada kesehatannya atau keluarganya. Tujuannya adalah agar ketika memasuki tanggal 1 Ramadan, tubuh berada pada kondisi fisik yang prima.
Mengapa harus fisik prima? Karena Ramadan adalah bulan yang butuh perjuangan fisik. Pagi puasa, malam tarawih, ditambah dengan bandongan yang banyak sekali. Tanpa didukung dengan kondisi fisik yang prima, bulan Ramadan tidak akan berjalan dengan maksimal. “Yang katanya bandonganku tuntas, bandonganku bablas jadinya”, ujar beliau sambil sedikit bercanda.
Tingkatan puasa dalam Ihya` Ulumudin
Pak Ikhsan menuturkan, Imam Abul-Hamid Al-Ghazali dalam karya fenomenalnya–Ihya` Ulumudin–membagi tingkatan puasa seseorang menjadi tiga tingkatan:
- Tingkat terendah (صوم العموم, صوم البطن و الفرج)
Pada tingkatan ini, seseorang berpuasa hanya pada perut dan kemaluannya saja. Artinya yakni menahan lapar dan dahaga serta menahan syahwatnya.
- Tingkat menengah (صوم الخصوص, صوم الجواريح)
Pada tingkatan ini, seseorang menjaga agar seluruh anggota tubuhnya senantiasa menghasilkan pahala dan meninggalkan maksiat. Mata, telinga, lisan, tangan, kaki, dan sebagainya. Jangan sampai pahala puasa yang seharusnya bisa didapatkan dengan sempurna, tiba-tiba menjadi batal lantaran salah satu anggota tubuhnya bermaksiat.
كم من صائم ليس له من صيامه إلا الجوع و العطش
“Betapa banyak orang yang berpuasa tetapi ia tidak mendapatkan apa-apa melainkan hanya lapar dan dahaga.”
Bulan Ramadan dijadikan sebagai madrasah, sebagai ‘kawah candradimuka’ dimana berpuasa berfungsi untuk mentransformasikan kehidupan. Sehingga setelah keluar dari Ramadan dapat menjadi pribadi yang memiliki kehidupan baru.
- Tingkat tertinggi (صوم الخصوص الخصوص)
Pada tingkatan ini, yang berpuasa tidak hanya zahir tetapi juga batin. Tidak hanya perut dan jawarih (anggota tubuh) tetapi juga hati dan pikiran. Menjaga keduanya agar jangan sampai keluar dari zikir.
Seseorang yang dapat mencapai tingkatan ini maka tentulah ia telah berhasil mencapai hakikat target dari ibadah puasa, yakni لعلكم تتقون atau menjadi seseorang yang benar-benar bertakwa. Sehingga keluar dari bulan Ramadan, ia kembali suci كيوم ولدته أمه seperti hari ia dilahirkan oleh ibunya.
Filosofi disyariatkan ibadah puasa
Pak Ikhsan juga menambahkan beberapa fillosofi dari disyariatkannya ibadah puasa. Setidaknya ada tiga poin yang beliau sampaikan.
- Melatih kita untuk menjadi orang yang sabar (الصوم نصف الصبر)
Puasa itu sebagian dari kesabaran. Sabar menahan dari hal-hal yang membatalkan puasa mulai dari terbitnya fajar sampai tenggelamnya matahari. Hingga tercapailah salah satu tujuan akhir puasa yakni غاية النورانية. Munculnya prentelan-prentelan makrifat dari dirinya berupa kesabaran dan keteguhan.
Sabar ada empat macam:
- Sabar dalam melakukan kewajiban
- Sabar dalam menghadapi maksiat
- Sabar dalam menghadapi musibah
- Sabar dalam menggapai cita-cita
Puasa berfungsi untuk mendetoksifikasi spiritual manusia. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra., Rasul Saw. bersabda:
إذا جاء رمضان فتحت أبواب الجنة و غلقت أبواب النار و صدفت الشياطين
“Ketika datang Bulan Ramadan, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, serta setan-setan dibelenggu.”
Selama Ramadan, tidak ada yang mengajak untuk berbuat maksiat selain nafsu kita. Kemudian jika Ramadan tiba tetapi masih berbuat maksiat, maka berarti nafsunya yang لأمارت بالسوء mengajak untuk berbuat maksiat. Setiap manusia memiliki nafsu baha`imiyah atau nafsu kehewanan seperti makan, minum, tidur, syahwat, dan lain sebagainya. Hanya saja yang membedakan manusia dari baha`im adalah nafsunya manusia itu diatur.
Spiritual dan hati manusia itu harus diasah. Karena pada hakikatnya, jawarih (anggota tubuh) bergerak kemanapun itu merupakan rembesan dari hati kita. Kalau perilaku jawarih-nya bagus, menandakan hatinya bagus. Kalau perilaku jawarih-nya jelek, menandakan hatinya juga jelek.
- Memberi ajaran pada kita untuk memiliki sifat rohmah, ro`fah, kasih sayang, empati, dan perhatian pada orang lain
Puasa berarti lapar dan haus sehingga merasakan bagaimana rasanya menjadi orang yang hari-harinya dipenuhi dengan kelaparan dan kehausan. Dari sinilah sifat-sifat tersebut dapat terbentuk.
- Untuk kesehatan fisik
Secara umum, makanan membutuhkan waktu 8 jam untuk diproses dalam sistem pencernaan tubuh manusia. Sedangkan jika makan 3 kali sehari pada jam 6 pagi, jam 2 siang, dan jam 6 sore maka sistem pencernaan akan bekerja secara terus-menerus tanpa adanya istirahat. Maka dengan menjalankan puasa, sistem pencernaan mendapatkan waktu untuk beristirahat sehingga keluar dari Bulan Ramadan, secara bertahap sistem pencernaan dapat kembali bekerja dengan normal.
“Kenangan indah di pondok adalah salah satunya ngaji ngantuk.” Begitu ujarnya. “Ngaji itu dinikmati. Seberat apapun, se-ngantuk apapun, jangan tidur di kamar. Minimal tidur di Musala Barat, di Musbar supaya mendapat berkahnya mendengarkan ngaji.”
Demikianlah pengetahuan yang disampaikan oleh pak Ikhsan dalam mauidhoh hasanahnya, semoga dapat bermanfaat terutamanya bagi seluruh santri komplek Q. Pada akhirnya, beliau mengajak, “Mari kita sambut Ramadan sesuai dengan slogan tadi, ‘Puasaku totalitas, Ramadanku berkualitas, bandonganku tuntas!’”
Oleh: Salsabila Amany Putri
Foto: Dokumentasi pribadi