perempuan

KITA PEREM[PUAN]

Diposting pada
Perempuan

Perempuan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki banyak arti dan pentautan dengan sebutan-sebutan lain. Pertama, seorang (manusia) yang mempunyai puki, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak, dan menyusui. Kedua, berarti istri; bini. Ketiga, sebutan bagi hewan, atau biasa disebut sebagai betina.

Kemudian pentautan sebutan-sebutan lain pada kata perempuan, antara lain, geladak, jalang, jangak, lacur, lecah, nakal, dan simpanan atau istri gelap. Semua sebutan ini memiliki arti yang negatif. Kenapa perempuan selalu dikaitkan dengan hal-hal negatif? Namun, jika kita mencari arti kata puan, hanya terdapat dua arti, yaitu empuan dan nyonya. Kedua kata ini justru lebih positif. Apakah perempuan seburuk itu? Atau kita sebaiknya mengubah sebutan dengan puan saja agar terkesan lebih baik?

Jawabannya adalah tidak. Perempuan tetaplah perempuan. Meskipun terdapat pentautan dengan sebutan-sebutan negatif, hal itu tidak akan bisa mengubah esensi kemuliaan di dalamnya.

Dalam Islam, perempuan sangatlah mulia dan mendapatkan kehormatan. Banyak ayat dalam Alquran yang menjelaskan tentang perempuan. Kesetaraan gender juga sudah tertulis dalam Alquran, di antaranya adalah pada surah Al-Baqarah ayat 228 dan surah An-Nahl ayat 97. 

Emansipasi Wanita di Indonesia

Dalam sejarah Indonesia, kita mengenal ibu RA. Kartini yang berusaha untuk memperjuangkan pendidikan dengan laki-laki. Emansipasi wanita yang dilakukan oleh ibu RA. Kartini tersebut banyak memberikan pengaruh yang sangat signifikan bagi kemajuan bangsa Indonesia. Sejak zaman dahulu, perempuan, khususnya perempuan Jawa terikat oleh aturan-aturan yang sebenarnya sangat membatasi hak-haknya. Misalnya, tidak boleh melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki. Aturan ini terkesan menunjukkan bahwa perempuan terlihat lemah, sehingga tidak dipercaya untuk melakukan pekerjaan laki-laki.

Jika kita Kembali melihat sejarah, sebelum RA. Kartini memperjuangkan emansipasi Wanita, telah ada beberapa ratu yang pernah memimpin kerajaan di Indonesia. Di antaranya adalah Ratu Shima yang memimpin Kerajaan Kalingga dan Tribuwana Wijayatunggadewi yang merupakan pemimpin ketiga Kerajaan Majapahit. Mereka adalah para pemimpin yang berpengaruh bagi kerajaan-kerajaan yang mereka pimpin. Hal ini seharusnya dapat menjadi bahan revisi pandangan masyarakat bahwa perempuan juga bisa menjadi pemimpin, yang sebelumnya pemimpin hanya laki-laki.

Meskipun sudah banyak bukti yang menunjukkan bahwa banyak perempuan bisa menjadi andalan, tetap saja masih belum sepenuhnya mengubah pandangan masyarakat awam tentang perempuan. Zaman sekarang, perempuan sudah bebas melakukan apa saja sesuai bakat dan minat mereka. Satu pandangan yang harus kita ubah adalah pertama, perempuan tidak hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga. Tetapi lebih dari itu, perempuan bisa bekerja apa saja, tidak ada yang membatasi hal tersebut. Kedua, perempuan tidak hanya hamil, melahirkan, dan merawat anak. Tetapi lebih dari itu, perempuan wajib mendidik anak-anak mereka.

Penulis mengutip quote dari Ning Imaz Fatimatuz Zahra bahwa jika perempuan mendidik satu anak laki-laki, maka ia hanya mendidik satu manusia. Sedangkan jika perempuan mendidik satu anak perempuan, maka ia mendidik satu generasi.

Terakhir, kita sebagai perempuan, juga sebagai santri di PP Al-Munawwir Komplek Q, semoga bisa memaksimalkan diri dalam mendalami peran, bakat dan minat yang kelak akan kita turunkan kepada anak-anak kita nanti. Semoga tulisan ini sedikit membuka pemikiran kita semua mengenai perempuan.

 

Oleh: Mutiara Nurul Azkia

Sumber:

nu.or.id

merdeka.com

Photo by Simon Maage on Unsplash