Pernahkah kalian jatuh cinta dengan seseorang dalam jangka waktu yang lama? Yang meskipun bertahun-tahun perasaan itu tumbuh subur tanpa indikasi akan mendapat balasan, tetapi rasa cinta itu tetap bertahta di hati kita. Mengapa cinta yang tak berbalas cenderung lebih awet dibandingkan cinta yang berbalas? Ternyata, fenomena ini ada penjelasan ilmiahnya, lho.
Berbicara tentang cinta, sejatinya seluruh perasaan dan emosi yang muncul dari diri kita tak terjadi begitu saja. Perasaan dan emosi—baik positif maupun negatif—dipengaruhi oleh reaksi-reaksi kimia di mana reaksi ini sebagai stimulus yang mendorong munculnya hormon-hormon yang mempengaruhi perasaan dan emosi kita, seperti hormon endorfin, dopamine, oksitosin, dan lain sebagainya.
Kembali ke pertanyaan ‘mengapa cinta yang tak berbalas lebih awet?’ Hal ini didasarkan pada sebuah penelitian yang meneliti kadar dopamine pada seekor monyet. Dopamine sendiri merupakan suatu hormon yang bertanggung jawab atas munculnya perasaan senang, utamanya ketika berusaha mencapai goal atau tujuan. Dalam penelitian ini, seekor monyet dilatih untuk menyalakan lampu dengan cara memencet sebuah tombol. Ketika ia mampu memencet tombol sampai lampu menyala berulang-ulang kali, maka sang peneliti akan memberinya reward berupa pisang.
Baca Juga: Sudahkah Anda Senyum Hari Ini?
Awalnya, ilmuwan yang meneliti berhipotesis bahwa nantinya, kadar dopamine pada monyet akan tinggi atau dengan kata lain monyet akan merasa sangat senang ketika mendapatkan pisang. Namun, hasil eksperimen berkata lain, kadar dopamine pada monyet justru lebih tinggi ketika ia melihat ke arah lampu dan memencet tombolnya dibanding ketika ia mendapat pisang sebagai rewardnya. Grafik hasil penelitian dapat dilihat sebagai berikut.
Dari hasil penelitian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa puncak rasa bahagia kita bukan terletak pada saat kita menerima suatu hadiah, namun justru ketika kita mengharapkan dan menantikan hadiah tersebut. Ketika kita mengharapkan sesuatu, dan belum mendapatkannya, maka kadar dopamine itu akan tetap tinggi, perasaan akan terus menggebu-gebu. Sebagai gambaran, waktu kecil kita akan merasa sangat senang ketika diajak untuk bertamasya. Saking senang dan excited-nya, kita sampai tak bisa memejamkan mata di malam harinya, membayangkan betapa bahagianya esok dapat bertamasya bersama keluarga. Ketika hari itu datang, dan sampai pada tujuan, perasaan excited kita akan menurun, tak sesemangat ketika kita menantinya.
Demikianlah alasan mengapa cinta yang tak berbalas itu awet, karena kita tahu kita belum mendapatkannya, meskipun ketika mendapatkannya juga merasa senang, tapi perasaan itu gak sesenang ketika kita masih mengejarnya. Karena pada dasarnya penantian itu lebih exciting dari pada mendapatkan.
Oleh: Nur Kholifah
Sumber: Live Class Zenius, Zen15 oleh Julio Subagio
Foto oleh Karolina Grabowska dari Pexels