Wabah virus corona yang terjadi di Indonesia belum juga berakhir. Penyebarannya yang terjadi sangat cepat mengharuskan kita untuk melakukan physical distancing. Sudah sekitar 2 bulan setengah, masyarakat Indonesia menjalani karantina mandiri dengan selalu berada dirumah saja. Berbagai aktivitas sosial pun menjadi dampaknya, seperti kegiatan belajar mengajar yang seharusnya dilaksanakan di sekolah dan bertatap muka secara langsung kini menjadi belajar dari rumah (online). Masjid-masjid atau tempat ibadah lainnya pun sementara ditutup dan warga melakukan ibadahnya dari rumah. Mall di kota-kota besar ditutup, pasar ditutup, bahkan perusahaan-perusahaan besar juga ikut menutup kantornya sementara waktu.
Adapun kegiatan sosial yang sangat mendesak dan tidak bisa dilakukan secara daring, pemerintah memberikan beberapa persyaratan khusus sesuai protokol kesehatan yang tentunya wajib dipatuhi oleh semua kalangan masyarakat, seperti adanya surat jalan dan surat keterangan sehat bagi mereka yang hendak bepergian, penggunaan masker saat berkendara, adanya PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) yang membatasi jumlah penumpang, baik pada kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Semua hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir banyaknya korban yang terinfeksi Covid-19. Karena kegiatan sosial tidak berjalan dengan normal seperti biasanya, hal tersebut sangat berdampak besar bagi kehidupan kita sehari-hari, terutama di bidang ekonomi. Seperti banyaknya karyawan dari berbagai perusahaan yang di PHK karena dampak Covid-19, ditutupnya rumah makan, tidak efektifnya proses jual beli, dan lain-lain yang menyebabkan banyaknya masalah perekonomian. Karena perekonomian yang tidak kunjung stabil, dan masyarakat juga tidak bisa hanya tinggal diam menunggu vaksin yang belum ditemukan, lalu bagaimana caranya untuk mengatasi masalah tersebut ?
Di saat kurva jumlah penderita Covid-19 yang tak kunjung melandai dan vaksin yang belum juga ditemukan, pemerintah justru merencanakan membuka kembali pembatasan akses yang selama ini dilakukan untuk mencegah penyebaran wabah. Istilah “new normal” pun digaungkan dengan maksud mengajak masyarakat untuk menjalani kehidupan baru berdampingan dengan Covid-19. Adapun faktor ekonomi menjadi alasan utama dikeluarkannya kebijakan yang cukup kontroversial tersebut. Berbagai fasilitas umum akan segera dibuka secara bertahap dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan (yang oleh sebagian kalangan diragukan efektivitasnya). Mulai dari tempat usaha, tempat ibadah, sampai dengan sekolah akan kembali dibuka sesuai dengan jadwal yang dipublikasikan kepada masyarakat. Kekhawatiran akan terjadinya gelombang kedua (second wave) pandemi pun disampaikan oleh berbagai kalangan yang saat ini tengah berjuang keras melawan penyebaran virus mematikan tersebut.
Merasa jengah dengan perilaku–sebagian–masyarakat serta kebijakan pemerintah yang–terkesan–plinplan, kalangan tenaga medis pun akhirnya buka suara. Menggunakan tagar “Indonesia Terserah” yang menggema di jagat maya, mereka pun meluapkan kekecewaannya. Besarnya pengorbanan yang mereka berikan kepada bangsa ini seakan tidak ada artinya apabila menyaksikan perilaku tidak disiplin yang dipertontonkan oleh–sebagian–masyarakat serta kebijakan pemerintah yang kian jauh panggang dari api. Tenaga medis pun semakin hari kian banyak yang tertular dari pasien yang mereka tangani sehingga berdampak pada pelayanan yang diberikan oleh pihak rumah sakit.
Lalu siapkah kita dalam menjalani New Normal Life? Akankah program “New Normal” ini dapat berjalan secara efektif atau malah menimbulkan terjadinya gelombang kedua (second wave) pandemi ini ? Wallahu a’lam, sejatimya kita sebagai manusia hanya bisa berdo’a agar pandemi ini cepat berakhir dan berusaha untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan, aamiin.
Subang, 30 Mei 2020
Oleh: Delia Marliana
Foto: ayobandung.com