Berstatus sebagai seorang mahasiswa sekaligus menjadi seorang santri bukan suatu hal yang mudah untuk dijalankan secara beriringan. Dalam menjalankannya, terkadang salah satu di antara keduanya ada yang harus direlakan dan dikorbankan, karena manusia itu tidak akan mampu memegang dua kendali sekaligus di dalam kehidupannya. Kendati pun mampu untuk menjalankan keduanya secara beriringan, hasil yang akan didapatkan tidak akan mendapatkan hasil yang sempurna.
Ini sudah menjadi pilihanku, dan aku harus menerima segala resiko yang akan aku dapatkan ketika menjalankan pilihan ini. Bagi sebagian orang akan memandang aku hebat karena mampu menanggung dua kewajiban sekaligus, tetapi aku tidak sekuat dan sehebat itu. Di balik itu semua aku suka menangis sendirian di pojok kamar sampai merasakan stres berkepanjangan menghadapi tugas-tugas yang begitu banyak, praktek-praktek di perkuliahan ataupun setoran hafalan-hafalan di pondok. Seperti sekarang ini, aku dihadapkan oleh dua ujian sekaligus, ujian di perkuliahan juga di pondok pesantren. Kadangkala suka bingung sendiri harus memprioritaskan yang mana terlebih dahulu, karena keduanya sudah menjadi pilihanku dan keduanya juga sama-sama penting untuk kehidupanku kelak. Aku memutuskan untuk mondok sambil kuliah pun bukan tanpa alasan, bahkan bukan hanya sekedar coba-coba saja atau menganggap remeh, tetapi ada alasan di balik itu semua mengapa aku memilih jalan ini.
Selama ini aku memendam kegelisahan ini sendirian tanpa ada satu pun yang tahu terkecuali Allah SWT yang selama ini menjadi tempatku berkeluh kesah. Tidak ada keberanian untuk membagi kegelisahan kepada orang lain kendati itu orang tuaku sendiri. Padahal aku tahu manfaat dari menceritakan apa yang sedang kita rasakan kepada orang lain itu bisa membuat diri ini lebih lega dan lebih rileks, sayangnya aku tidak bisa mempraktekkannya secara langsung dan berakhir hanya sebagai suatu hal yang kuketahui tanpa mengamalkannya.
Selama ini, ketika menghadapi tugas dan kegiatan pondok ataupun kuliah yang tidak ada henti-hentinya datang, sehingga membuat aku terkadang sampai sakit kepala, stres, bahkan rasanya seperti tertekan dengan tanggung jawab ini, biasanya aku lampiaskan dengan membaca cerita-cerita fiksi seperti novel ataupun cerpen, baik itu dalam bentuk buku cetak atau melalui aplikasi di handphone, tak jarang pun aku membaca karya nonfiksi seperti buku-buku yang membahas mengenai self development ataupun self improvement dan buku-buku motivasi lain yang sifatnya ringan.
Melihat rentetan kata demi kata yang disusun menjadi suatu kalimat sehingga mengandung makna yang dibungkus dengan apik oleh penulis, mampu membuat pikiran ini lebih tenang meluapkan semua emosi yang terpendam setiap memahami alur cerita di dalam kisah yang sedang aku baca, sehingga mampu membuat aku melupakan sejenak beban yang sedang ditanggung untuk merilekskan tubuh sebelum mempersiapkan diri menghadapi kelanjutan hidupku. Ada sensasi sendiri ketika aku membaca dan melihat rentetan kata yang tersusun rapi, memahami setiap cerita yang dituangkan penulis sehingga membuat aku tersenyum sendiri bahkan sampai menangis. Inilah caraku melampiaskan semua beban jika aku sudah lelah, cukup sederhana hanya dengan membaca buku saja aku sudah senang dan tenang, karena sangking banyak cerita yang aku baca membuat aku sedikit demi sedikit mencoba dunia kepenulisan menciptakan satu karya untuk dikenang.
Aku bersyukur hanya dengan melihat rentetan kata, memahami alur cerita yang disampaikan penulis, di saat tubuh ini membutuhkan istirahat setelah menghadapi banyaknya tuntutan kewajiban cukup mampu membuat pikiran ini lebih rileks, lebih tenang bahkan membuat aku lebih siap lagi untuk menghadapi kehidupan selanjutnya. Karena berhenti sejenak dari semua aktivitas itu menurutku penting, di zaman sekarang istilah ini lebih dikenal dengan sebutan self healing, sayangnya banyak yang mengsalahartikan makna self healing banyak yang menjadikannya alasan untuk bermalas-malasan. Yaps, tetapi tidak ada yang salah dalam menerapkannya, bukan berarti kita bermalas-malasan atau memanjakan diri, akan tetapi ini sebagian bentuk dari memberikan hak kepada diri ini untuk merasakan healing setelah berusaha sebaik mungkin menjalankan tugasnya. Satu hal yang ingin aku sampaikan, dalam tulisan ini.
Semua hal yang sudah menjadi pilihan kita, secara tidak langsung sudah menjadi tanggung jawab yang harus kita laksanakan dengan sebaik mungkin agar apa yang menjadi tujuan yang telah kita susun dapat terealisasikan dengan baik. Laksanakan dengan sepenuh hati jangan setengah-setengah, tetapi dalam pelaksanaannya jangan lupakan bahwa diri ini juga butuh istirahat, jangan egois dengan diri sendiri karena tubuh juga memiliki hak untuk istirahat. Jika sudah lelah istirahatlah lakukan apapun itu yang dapat membuatmu lebih tenang dan rileks dalam menjalankannya, tapi jangan terlena dan bersembunyi dibalik kata ‘istirahatlah dulu’ sehingga membuat kita tanpa sadar telah membuang waktu kita dan melakukan hal yang sia-sia.
Terima kasih diri ini sudah berjuang sebaik mungkin, menemani aku meraungi kehidupan ini baik duka maupun suka. I love myself.
–
Oleh : Azzahra Aulia Muharram