Komplek Q-Santri Update

Santri Si Paling Update Literasi

Diposting pada 261 views

Santri adalah sebutan bagi seseorang yang mengenyam ilmu pendidikan agama Islam di pesantren. Umumnya santri menetap di tempat khusus yang biasa disebut dengan Pondok Pesantren (Ponpes). Mereka yang menghuni di pesantren akan mempelajari kitab-kitab khusus dan Al-Quran secara mendalam. Santri menyelesaikan masa belajarnya di pesantren dan akan mengabdi ke pesantren dengan menjadi pengurus.

Berdasarkan laporan Direktorat Pendidikan Diniyah dan Kementerian Agama mencatat jumlah santri di Indonesia mencapai angka 4,37 juta per tahun ajaran 2020/2021. Para santri itu tersebar di 30.494 pondok pesantren.

Berbicara tentang santri, mungkin sebagian orang berasumsi bahwa santri itu kudet alias kurang update. Hanya karena adanya keterbatasan dalam menggunakan akses teknologi terutama di bidang media dan literasi.

Eitss siapa bilang? Justru santri telah mewarisi budaya peradaban dalam bingkai literasi berupa qiroatul kutub (baca kitab kuning), tilawah al-qur’an, nahw sharf dan masih banyak buku-buku pendukung lainnya. Di situlah santri dididik untuk melek huruf lewat sumber buku aslinya bukan berdasarkan sumber dari internet.

Nah, dari situ juga muncul asumsi unik lainnya adalah santri menjadi seseorang yang diidam-idamkan oleh para mertua. Iya gak sih? Karena sebagian para mertua mengetahui bahwa santri itu berpotensi luas akan ilmu pengetahuan terutama ilmu agamanya.

Baca Juga:  Aku Hanyalah Santri Putri

Definisi Santri

Santri berasal dari bahasa India ‘shastri’ yang berarti orang yang memiliki pengetahuan tentang kitab suci. Dan ada pendapat lain bahwa santri berasal dari bahasa Sanskerta yakni ‘sastri’ yang berarti melek huruf atau bisa membaca. Jadi, santri adalah sebutan bagi seseorang yang melek huruf dalam proses belajar mengikuti pendidikan agama Islam di pesantren. Nah dapat dilihat dari definisi kata santri, tak lepas dari sejarah santri yang mewarisi budaya peradaban dalam lingkup pesantren.

Literasi

Salah satu warisan budaya peradaban santri yaitu pada bidang literasi. Literasi adalah kemampuan berbahasa seseorang untuk berkomunikasi dengan cara membaca, menulis, dan berbicara. Kemampuan literasi ini sangat diperlukan untuk membangun sikap kritis dan kreatif agar mendapatkan pengetahuan yang lebih luas. Kehidupan santri di lingkungan pesantren tak lepas dari kegiatan-kegiatan agama. Literasi di sini mengacu pada sumber hukum Islam yakni mengkaji kitab gundul, membaca al-quran, buku-buku tafsir al-Quran dan hadits, gramatika Arab dan masih banyak pelajaran tambahan lainnya. Itu dia gambaran literasi yang menjadi budaya di lingkungan pesantren.

Di zaman modern yang semakin pesat akan perkembangan teknologi berdampak pada menurunnya budaya literasi di masyarakat membuat budaya literasi masyarakat semakin menurun. Muda mudi saat ini cenderung menggunakan teknologi untuk  berseluncur di media sosial dari bermain game, berkomunikasi jarak jauh, bahkan bekerja juga lewat teknologi.

Hal itu berdampak pada rendahnya minat baca dan rasa malas yang menyebabkan menurunnya melek huruf di masyarakat. Tetapi, tidak dipungkiri justru dengan bantuan teknologi dapat membantu meningkatkan budaya literasi masyarakat. Saat ini menulis tidak harus dengan pena dan kertas ataupun mesin ketik kuno, tetapi sekarang telah terciptanya teknologi canggih seperti handphone, computer, dan laptop.

Disamping itu, santri juga perlu mengembangkan warisan budaya literasi dengan menyeimbangkan teknologinya agar tidak dikatakan kudet. Dengan banyaknya wadah teknologi yang ada, santri dapat menyalurkan budaya literasi melalui beberapa elemen seperti website, blog, dan media sosial.

Tunggu, tunggu, tunggu… bukannya santri itu ada batasan bahkan dilarang menggunakan handphone dan sebagainya? Memang demikian, tetapi kembali lagi tergantung kepada kebijakan setiap pesantren. Seperti contoh di Pondok Pesantren Al-Munawwir Komplek Q Krapyak Yogyakarta.

Baca Juga:  Para Santri, Menulislah!

PonPes Komplek Q

Di Komplek Q sendiri terdapat beberapa kegiatan literasi seperti mengaji al-qur’an, mengaji kitab kuning dengan metode sorogan dan bandongan, serta berliterasi menggunakan jaringan media. Adanya program literasi menggunakan jaringan media, komplek Q mewadahi akses teknologi bermedia agar santri dapat menyalurkan karya-karya tulisnya melalui sosial media pesantren. Apalagi komplek Q tidak hanya santri mahasiswa, tetapi terdiri dari santri pelajar (MI, MTs, MA, SMK) yang juga dibekali budaya literasi. Pembekalan literasi ini dengan diadakannya pelatihan dan beberapa aktivasi penunjang literasi lainnya, yang kemudian diabadikan di media pesantren sebagai bukti pengimplementasian literasi.

Mengingat, pendiri dan pengasuh komplek Q merupakan sang pionir kamus almunawwir (kamus terpopuler dikalangan santri) yakni KH. Ahmad Warson Munawwir. Beliau adalah sosok panutan yang patut ditiru para santri bahkan juga orang umum dalam mengembangkan budaya literasi. Dari kisah beliau, untuk dapat membangkitkan sikap literasi memang dibutuhkan tekad yang kuat. Bahkan beliau pernah hampir menyerah untuk bisa menyelesaikan menulis kamus. Tetapi akhirnya berkat dukungan dari para gurunya, kini kamus yang beliau tulis telah selesai bahkan sampai saat ini karya beliau menjadi kamus popular untuk kalangan pondok pesantren dan perguruan tinggi.

Maka dari itu, sebagai santri kita harus dapat mengikuti jejak KH. Ahmad Warson Munawwir di bidang literasi. Hal ini akhirnya diwujudkan oleh pengurus pesantren untuk belajar literasi dengan memanfaatkan pengelolaan teknologi mengembangkan media sosial dan website. Tidak hanya oleh santri, terbukti beberapa alumni komplek Q telah menerbitkan karya-karya seperti buku Jejak Sang Pionir Kamus Al Munawwir KH. Ahmad Warson Munawwir. Kesuksesan ini mereka dapatkan karena tekun belajar, berlatih, hingga berhasil. Dari hal tersebut apakah santri masih dikatakan kuno atau kurang update?

Baca Juga:  Dzawin Ajak Santri untuk Tidak Melupakan Identitas Kesantriannya

Update Bukan Hanya Sekedar Update

Update atau tidaknya seseorang itu tergantung bagaimana mereka dapat dalam menyesuaikan dirinya terhadap situasi kondisi. Update bukan perihal ia tahu tentang segalanya yang mengikuti trend atau kemajuan yang ada. Tetapi update dengan mengetahui seluruh aspek yang bersangkutan dari mempelajari, memahami, hingga dapat mengimplementasikan dengan baik. Demikian pun dengan santri. Walaupun mereka terbatas akan waktu, tempat dan teknologi tetapi santri dapat dalam memanajemen diri untuk tetap pada pergerakan pengembangan yang ada pada zaman.

Hal ini terbukti juga pada negara bahwa santri merupakan pencetus generasi penerus pada pendidikan. Mayoritas di negara kita adalah santri dimana negara tetap kokoh dan semakin berkembang dengan peran ulama dan santri didalamnya. Nyatanya banyak pahlawan perjuangan bangsa yang merupakan seorang santri dan ulama. Dan santri justru lebih andil dalam menekuni ilmu-ilmu yang didapat dari keberkahan para gurunya. Serta santri lebih mengerti bagaimana mereka dalam bersikap dan bersifat atas ilmu pengetahuan yang didapatkan.

Update literasi bukan berarti sesuatu yang istimewa, tetapi bagaimana kata istimewa tersebut ada ketika kita dapat memprogres diri dari adanya budaya literasi dengan baik dan benar, baru bisa dikatakan sebagai keistimewaan. Jadi, budaya literasi tidak hanya tentang siapa yang paling update, tapi tentang siapa yang dapat berjuang, berusaha, berprogres dan berhasil dalam mempelajari budaya literasi dengan segala tantangan yang ada.

 

Penulis: Zia Zahra Hudaya

Pictured by Atina Silmalkarimah