Ada cerita menarik yang semoga dapat dijadikan sebuah inspirasi oleh para santri yang sedang berproses untuk mencari ilmu. Diceritakan oleh Gus Dhiyaul Lamik Parakan Temanggung, kisah ini datang dari seorang Kiai terkenal akan keilmuan, kealiman dan kezuhudannya yaitu Kiai Muntaha Purwodadi.
Diceritakan bahwa Kiai Muntaha Purwodadi merupakan salah satu murid dari Mbah Kiai Arwani Kudus. Sebelum beliau wafat, Mbah Muntaha pernah berpesan kepada putra putrinya bahwa kelak ketika beliau wafat beliau ingin dimakamkan di samping rumah, di mana tempat tersebut dahulu merupakan tempat pembuangan kotoran, termasuk kotoran para santri. Penolakan pun datang dari semua putra putrinya karena tidak sampai hati untuk memakamkan jasad ayahnya ditempat pembuangan kotoran seperti itu. Tetapi dengan kekeh beliau tetap ingin kelak saat beliau wafat jasadnya dikebumikan di tempat tersebut.
Usut punya usut, keinginan tersebut memiliki sebuah sebab yang sangat luar biasa. Diceritakan bahwa dulu Mbah Kiai Arwani pernah rawuh dalam sebuah acara di ndalem Kiai Muntaha. Pada kesempatan itu, Mbah Kiai Arwani pernah membuang hajat di tempat tersebut. Dalam ceritanya kepada putra putrinya beliau berkata, “andaikan saya meninggal dan tidak bisa dekat dengan guru saya, paling tidak saya dekat dengan kotorannya saja saya sudah sangat bangga dan sangat senang.” Ujar beliau kepada putra putrinya. Subhanallah, keikhlasanya dimakamkan di tempat pembuangan kotoran menggambarkan begitu tinggi rasa mahabbah Kiai Muntaha kepada guru beliau, Kiai Arwani.
Sering kita mendengar kisah-kisah yang meskipun kelihatan sederhana atau tidak berarti, tetapi dibalik itu semua memiliki nilai luhur yang luar biasa. Cerita ini mungkin dapat menjawab, mengapa ke’aliman dan bahkan kesaktian para leluhur dalam meraih keberhasilan menuntut ilmu begitu luar biasa, salah satunya karena memiliki hati yang bersih dan tulus akan rasa cinta, rasa mahabbah dan ta’dhim yang begitu luar biasa pula kepada guru atau kiainya.
–
Oleh: 6C
Foto: Stanislav Kondratiev on Unsplash