Bertahan atau Menyerah

Diposting pada 65 views

“Sher, mukanya lesu banget. Kenapa?”, Fanya mendekatiku yang sedang duduk di taman kampus. 

“Suntuk Fa. Fa, pernah ngga si, kamu berada di titik pengen nyerah?”, tanya Sherly dengan pandangan yang  tetap menuju ke langit.

Sejenak Fanya terdiam.

“Hmm aku tau arah pembicaraanmu. Aku sudah sering  mendengar  hal ini dari kamu”, balas Fanya. Fanya adalah satu-satunya teman terdekat Sherly. “Ke puncak bentar yuk”, ajak Fanya. Sherly tahu Fanya selalu punya cara untuk menenangkan pikirannya. Tanpa tapi, ia mengiyakan ajakan Fanya. 

Berada di tempat yang sejuk, cukup membuatnya tenang. Terimakasih Fa, batinnya.

“Kalo kamu milih menyerah gitu aja, menurutku itu egois. Karena  bukan  hanya kamu yang berjuang Sher. Ada orang tuamu juga. Mereka berjuang bukan untuk mereka, tapi untuk kamu”. “Tidak ada yang fatal dengan pilihanmu, semua sudah ada jalannya. Tapi semua keputusan ada di kamu”, lanjut Fanya

Sherly terdiam. Ada benarnya apa yang dikatakan Fanya. Bapak mencari nafkah bukan hanya untuknya saja. Ada adik yang masih sekolah, dan biaya hidup lainnya. Tapi  mereka tetap mengutamakan kuliahku untuk selesai. Ah, durhakanya aku.

“Aku ngga pernah mengalami apa yang kamu rasain. tapi aku yakin Tuhan selalu punya rahasia. Tuhan selalu punya rahasia.” Ulang Fanya dengan membisikkan di telinga Sherly.  “Sekarang, cobalah hubungi bapak ibumu”.  Sherly segera menuruti kata Fanya. Dengan cepat ia mengambil ponsel dan menghubungi bapaknya. 

“Assalamu’alaikum, Pak”. 

“Wa’alaikumsalam, Nduk”. Ah, mendengar suara bapak saja, sudah membuatku tidak berani bercerita. Tanpa sadar, air mata sudah menggenang di pelupuk matanya.

“Bapak sehat?” tanya Sherly sambil menahan suara paraunya.

“Alhamdulilah, Bapak sehat Nduk.” Namun, setelah itu terdengar suara batuk yang cukup lama. “Tidak usah mengkhawatirkan Bapak. Bapak sehat, Ibu dan adik juga sehat. Biasa, Bapak hanya masuk angin. Cuaca di sini dingin sekali. Bagaimana kamu di sana? Sehat Nduk?”  

Baca Juga:  Menjaga KalamNya

“Sehat Bapak, Alhamdulillah”. 

“Gimana kuliahnya di sana?” kali ini, Ibu yang bertanya. 

“Alhamdulillah doakan Shrely ya Bu. Sherly butuh doa Bapak Ibu”. Satu  air mata lolos dari pertahanan, dan membuat yang lain ikut menyusul. 

“Tanpa diminta, Bapak dan Ibu selalu mendoakan kamu. Sepertiga malam kami isinya kamu, Nduk. Menuntut ilmu itu butuh waktu, butuh semangat yang tinggi, butuh kesabaran, kalo biaya tidak usah khawatir. Ingat kan dulu ngaji kitab Alala-nya? Kami  tunggu suksesmu di sini ya”.  Seakan tahu apa yang akan Sherly  ceritakan,  begitulah dukungan yang selalu ada untuk Sherly dari mereka. Beruntung berada di tengah orang baik. 

Keputusannya bulat. Tetap bertahan adalah jalan terbaik, walaupun masih mengantongi rasa berat di hatinya. Ia yakin, Tuhan punya rahasia, Tuhan akan memberikan jalan. Tunggu Sherly untuk bawakan kabar bahagia Pak, Bu.  

Terimakasih Gusti.

Oleh : Iqna

Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay