Gus Muwafiq : Dibalik Tradisi Masyarakat di Bulan Suro

Diposting pada 276 views

Tak terasa tahun Islam akan segera berakhir dan kita akan memasuki bulan Muharram yang menjadi tanda bergantinya tahun. Penanggalan Islam atau tahun Hijriyah sedikit berbeda dengan penanggalan Masehi. Jika penanggalan Masehi dimulai dengan 1 Januari, maka penanggalan Hijriyah dimulai dengan 1 Muharram, dan beberapa perbedaan lainnya.

Bulan Muharram merupakan salah satu bulan yang Allah SWT muliakan, selain bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, dan Rajab. Dalam bulan ini, terdapat beberapa peristiwa penting yang masyhur kita ketahui, antara lain yaitu peristiwa berlabuhnya kapal Nabi Nuh as, Nabi Musa as dan umat beliau selamat dari kejaran Fir’aun, Nabi Yunus as keluar dari ikan dan beberapa peristiwa penting lainnya.

Tradisi Bulan Muharram

Dalam sebuah kesempatan, Gus Muwafiq menjelaskan mengenai beberapa tradisi yang berkembang khususnya dalam masyarakat muslim Suku Jawa berkaitan dengan momen bulan Muharram atau lebih dikenal dengan bulan Suro. Beliau menjelaskan bahwa, selain bulan Muharram adalah bulan mulia karena terdapat peristiwa-peristiwa bersejarah, bulan Muharram juga merupakan bulan kesedihan umat muslim sedunia.

Muharram, menjadi bulan kesedihan karena sebuah peristiwa besar dan mengguncang umat Islam terjadi pada tanggal 10 Muharram, yakni terbunuhnya kedua cucu Rasulullah SAW, Hasan dan Husain ra. Kedua cucu Rasulullah Saw tersebut syahid dalam medan perang Karbala. Kedua cucu beliau terbunuh di tangan seorang panglima perang bernama Ubaidillah atas perintah Yazid bin Muawiyah.

Baca Juga:  Kisah Tragis: Terbunuhnya Husein, Cucu Nabi pada 10 Muharram

Beberapa tradisi yang berkembang hingga saat ini, yakni seperti tradisi larangan untuk menikah dan membangun rumah. Hal ini karena anggapan bahwa jangan memulai sesuatu dari bulan kesedihan iniAda pula tradisi di Jogja yakni memutari benteng keraton, dengan maksud pada bulan kesedihan ini kita harus mampu menahan lisan agar tidak sering berkata-kata. Berbeda kota, berbeda tradisi. Di Solo, sebagai wujud penghormatan terhadap bulan kesedihan ini adalah mengoleskan kotoran kerbau milik Kyai Sholeh sebagai pengingat bahwa jangan terlalu menghias diri.

Dengan begitu, kita sebagai bagian dari umat muslim hendaknya tidak langsung menghukumi sesuatu yang kita lihat dan kebetulan tidak sesuai dengan kebiasaan kita, dengan keburukan. Sebaiknya kita tetap menghormati, walaupun memang tidak sejalan dengan apa yang kita lakukan.

Marilah di bulan Muharram, kita menambah semangat untuk terus berlomba-lomba dalam kebaikan, mengharap rida Allah, dan tak lupa untuk terus meminta ampunan di bulan yang mulia ini.

Oleh : Annisa’ U.

Sumber : Kanal Youtube

Photo by indonesiakaya.com