Alasan Bulan Syaban Disebut Ruwah
Alasan Bulan Sya'ban Disebut Ruwah

Alasan Bulan Sya’ban Disebut Ruwah

Diposting pada 1,560 views

Gus Baha dalam suatu pengajian Tafsir bersama para santri menerangkan tentang awal mula nama ruwah untuk bulan Sya’ban. Dalam istilah Jawa, bulan Sya’ban sering disebut juga dengan bulan Ruwah. Lalu, apa alasan Bulan Sya’ban disebut Ruwah? Kata ruwah sendiri merupakan serapan dari kalimat Bahasa Arab yaitu arwah. Tradisi di Indonesia umumnya mengikuti tradisi di Yaman. Gus Baha menjelaskan bahwa di negara Yaman itu ada haulnya Nabi Hud yang diselenggarakan pada bulan Sya’ban sehingga kyai-kyai Jawa mengirimkan doa ketika bulan Sya’ban atau bulan Ruwah. Maka muncullah istilah tradisi ruwah atau ruwahan, yang tidak asing di telinga masyarakat Jawa.

Nabi Hud itu orang Yaman, dahulunya bernama Ade sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an :

وَاِلٰى عَادٍ اَخَاهُمْ هُوْدًا ۗقَالَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗ ۗاِنْ اَنْتُمْ اِلَّا مُفْتَرُوْنَ

Artinya:

“Dan kepada kaum Ad(Kaum Utus) saudara mereka, Hud. Dia berkata “wahai kaumku! Sembahlah Allah. Tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. (Selama ini) kamu hanyalah mengada-ngada.” (Qs.Hud:50)

Baca Juga:  Gus Baha : Meskipun Ngesot yang Penting Kita Menuju Allah

Ruwahan ini merupakan tradisi kebudayaan orang Jawa untuk mengirim doa kepada orang yang sudah meninggal baik itu orangtua, kakek, nenek, dan lain sebagainya. Tradisi ruwahan biasanya dilakukan mulai pertengahan bulan Ruwah (bulan kedelapan dalam kalender Jawa) atau bulan Sya’ban dalam kalender Hijriah, oleh karena itu disebut ruwahan.

Orang Jawa dahulu melakukan tradisi ruwahan setelah Nishfu Sya’ban yaitu pada tanggal 15 Sya’ban atau orang menyebutnya “beratan”. Karena pada Nishfu Sya’ban atau “beratan” ini orang Jawa merayakan budaya hari lupakan dengan membuat kupat dan lepet. Di tradisi ruwahan ini, masyarakat Jawa melakukan sedekah dengan cara membagikan makanan kepada tetangga maupun saudara.

Setelah melakukan tradisi ruwahan, acara pun dilanjutkan dengan melakukan tradisi nyadran yaitu membersihkan makam keluarga. Membersihkan makam juga merupakan bentuk perhatian sekaligus bukti bahwa ia tidak akan melupakan orangtua dan saudaranya meskipun sudah tiada. Tentu pula tradisinya ini untuk menyambut dan menghormati datangnya bulan suci Ramadhan.

Oleh : Lisa Nurlatifah

Sumber : YouTube