Sayyidah Zainab al-Kubro

Mengenal Sosok Sayyidah Zainab Al-Kubro

Diposting pada 1,001 views

Mungkin masih asing ditelinga kita mendengar siapa Zainab Al-Kubro? namanya mungkin tak sefamiliar kakak-kakaknya yaitu Hasan dan Husain. Yup, Zainab Al- Kubro adalah cucu perempuan pertama Rasulallah saw., anak ketiga dari Sayyidah Fatimah dan Ali bin Abi Thalib.

Zainab binti Ali lahir pada tahun ke-5 setelah hijrah. Mengenai tanggal lahirnya ada perbedaan pendapat, ada yang mengatakan 5 Jumadil Awwal dan yang lain mengatakan 1 Syaban. Nama Zainab sendiri merupakan nama pemberian dari Rasulullah saw. yang berarti “perhiasan sang ayah”. 

Dalam keseluruhan karakternya, Zainab menggambarkan kualitas orang-orang yang membesarkannya. Dalam “ketenangan dan perhatian”, beliau seperti Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid, neneknya. Dalam  “kepolosan dan rasa malu” layaknya ibunya Fatima Az-Zahra binti Muhammad saw., “kefasihan dan ekspresif” mirip dengan ayahnya Ali bin Abi Thalib, “kelonggaran dan ketabahan” seperti kakaknya, Hasan bin Ali, sedangkan “keberanian dan ketenangan hati” mirip Husain bin Ali. Wajahnya mencerminkan kecemerlangan ayahnya dan kebanggaan kakeknya.

Baca Juga:  Kiai Hasan Abdul Wafi, Sosok Pencipta Shawalat Nahdliyah

Zainab menikah dengan Abdullah bin Ja’far yang merupakan sepupunya sendiri. Dari pernikahannya tersebut mereka memiliki lima anak, empat putra dan satu putri yaitu Awn, Ali, Muhammad, Abbas, dan Ummu Kulsum.

Kecerdasan Zainab binti Ali terlihat sangat jelas. Kapasitasnya dalam menyerap informasi sangat luar biasa. Dia penghafal Al-Qur’an, hadis Nabi serta aturan pendidikan. Ia menjadi advokat untuk wanita di masa di mana belum pernah ada hal seperti itu. Dia akan mengadakan pertemuan untuk wanita di mana dia akan menyampaikan pengetahuannya dengan sangat singkat. Di antara banyak mata pelajaran, dia mengajar Hukum Islam dan Tafsir Al-Qur’an. Wanita biasa berkumpul untuk mengambil pelajaran Islam darinya dan menyerap sopan santun dan nilai-nilainya.

Zainab bint Ali dikenang sebagai perempuan berdaya yang pemberani. Ia merupakan salah satu “panglima perang” perempuan dalam Islam yang terkenal dari abad ke-7. Hal ini dibuktikan ketika Zainab binti Ali turun “berperang” dialog dengan musuh ketika keluarganya dalam bahaya karena diburu oleh Khalifah Yazid yang bertekad membunuh semua keturunan laki-laki Nabi Muhammad pada peristiwa karbala sehingga Ia dijuluki “Singa Wanita dari Karbala”.

Zainab menjadi salah satu saksi kelam tragedi karbala. Kedua putranya syahid di karbala sehingga ia dapat merasakan kepedihan yang dirasakan para syuhada karbala dan saudara tercintanya Husain. Dalam rombongan tawanan, Zainab bertindak sebagai penanggung jawab rombongan. Dia berusaha sedapat mungkin menyediakan segala kebutuhan kaum perempuan dan anak-anak. Sayyidah Zainab menghibur mereka dalam setiap kesulitan, seperti kelaparan, kehausan, dan mengalami tindakan pemukulan. Ia juga melindungi seluruh keluarga Husain beberapa bulan setelahnya ketika mereka dipenjara oleh Dinasti Umayyah.

Baca Juga:  Sahabat Nabi yang Masuk Islam setelah Melihat Anjing Minum Susu

Di Kufah, para tawanan dimasukkan ke dalam penjara sementara di Syam, mereka ditempatkan di sebuah bangunan tanpa atap. Begitu juga bukan sesuatu yang mudah baginya harus menanggung kedinginan, kepanasan, dan kematian Ruqayah. Dari sisi kesabaran dan ketekunan, Sayidah Zainab adalah satu-satunya orang yang memiliki kedua sifat tersebut.

Zainab binti Ali adalah seorang wanita yang saleh dan memiliki cinta yang mendalam untuk menyembah Allah, menghabiskan malamnya dalam doa dan hari-harinya berpuasa. Dia dianugerahi beberapa gelar seperti Al-Aqilah (wanita bangsawan), Al-Alimah (wanita yang berilmu), Al Fasihah (yang mahir fasih), Al-Kamilah (yang sempurna), Aminatullah (orang yang beriman kepada Tuhan), dan Ar-Radhiyah bil Qadri wal Qadha (orang yang ridha atas ketentuan qadha dan qadar Ilahi).

Gelar tersebut diberikannya karena Ia begitu tegar menghadapi berbagai kesulitan dan musibah yang mana jika sedikit saja dari musibah dan kesulitan itu diberikan kepada gunung yang kokoh maka gunung akan meleleh seketika. Tetapi sosok yang teraniaya ini begitu kuat dan tegar, terasing, dan sendiri bagaikan gunung yang mencakar langit. Ia tetap tegak menghadapi semua permasalahan.

Dari cerita perjalanan yang dihadapi oleh Zainab tersebut, maka ada begitu banyak makna yang dapat diteladani oleh para muslimah saat ini. Salah satunya adalah bahwa sejatinya, seberat apapun keadaan yang kita alami, bila kita tetap percaya ini yang terbaik dan bergantung pada Allah SWT. semata, jadilah keikhlasan karena-Nya menjadi pilihan terakhir.

Sumber: 

islampos.com 

kompas.com

salam.ui.ac.id 

Oleh: Nada Salwa Anni’mah

Pictured by ahlulbaitindonesia.or.id