Kemisterian Takdir

Diposting pada 49 views

Manusia telah digariskan Tuhan sejak zaman dahulu. Zaman yang belum seutuhnya tercipta secara sempurna. Sebagaimana Tuhan menuliskan perihal takdir di Lauhul Mahfudz. Ketika manusia berumur 4 bulan di alam kandungan, manusia ditiupkan ruh dengan dibarengi empat ketetapan, berupa rezeki, amal baik ataukah buruk, jodoh, dan kematian, yang mana keempat ketetapan itu manusia tidak mengetahuinya.

Awal tahun 2021 selain adanya Covid-19 yang masih menyerang Indonesia dan dunia yang belum tau kapan berakhirnya, telah banyak juga dikabarkan fenomena-fenomena yang membuat manusia merinding. Di antaranya, yaitu meninggalnya para habaib, kyai dan masyayikh pondok pesantren secara terus menerus Allah memanggilnya satu persatu. Selain itu, awal tahun ini terdapat kejadian hilangnya kontak pesawat Sriwijaya Air SJ-182 di Perairan Seribu yang belum diketahui secara pasti penyebabnya.

Dari kejadian-kejadian itu, apa yang bisa kita pelajari? Yaps, kita bisa belajar perihal takdir, yaitu tentang kematian. Saat pesawat take off, secara otomatis dihadapkan dengan dua pilihan, yaitu kematian dan kehidupan. Yang mana keduanya terus berjalan secara beriringan. Apakah mati ataukah hidup?

Kematian merupakan hal misteri yang tak satupun manusia mengetahui kapan waktunya. Kita sebagai manusia tidak mengetahui sedetik, semenit, sejam, sehari, seminggu, dan seterusnya, perihal kejadian-kejadian apa yang akan terjadi mendatang. Ajal menjemput tak mengenal waktu, umur, dan siapapun itu.

Selama manusia hidup pasti dihadapkan dengan sesuatu hal yang mungkin di luar logika manusia. Tugas manusia berusaha, berdoa, dan memasrahkan kepada-Nya. Manusia hanya bisa berencana, namun Tuhan yang menentukannya. Hidup di dunia hanya sekedar ladang beramal, yang mana menjadi ladang manusia untuk menanam dan menebar kebaikan kemudian mengunduhnya waktu di akhirat nanti.

Baca Juga:  Mencintai Indonesia

Terkadang manusia menganggap dirinya sebagai makhluk hebat dan sempurna yang diciptakan oleh Tuhan. Padahal sejatinya manusia lupa bahwa dirinya makhluk yang naif, yang hanya bisa mengais-ngais ridho dari Tuhannya. Hiduplah di dunia dengan terus menerus menebar benih-benih kebaikan. Tidak melulu secara materi berupa harta, tetapi selama kita masih punya tenaga, kita tetap bisa menebarkan kebaikan.

Hidup di dunia itu nano-nano. Tidak melulu kehidupan yang hitam-putih, tetapi hiasilah hidup dengan warna-warni kehidupan yang membawa kebaikan dan keberkahan. Lakukanlah kebaikan yang bisa kita kerjakan sekarang. Karena kita tidak mengetahui kapan ajal menjemput secara pasti. Jikalau kita punya waktu untuk berbuat kebaikan, tetapi tidak melakukannya sekarang, kita akan mati ditikam waktu yang terus berjalan. Do or die?!

Oleh: Fina Izzatul Muna

Photo from Pixabay on Pexels