Obesitas Informasi, Mengapa Bisa?

Diposting pada 89 views

Dunia digital memberikan kemudahan dalam mengakses segala informasi, baik informasi penting maupun yang tidak penting. Banyaknya platform media sosial yang bisa digunakan dan dibuka kapan saja serta di mana saja oleh semua orang, membuat kita lengah akan adanya obesitas informasi. Mungkin sebagian besar dari kita menganggap bahwa mengetahui banyak informasi termasuk hal yang keren dan bisa saja menjadi kebanggaan tersendiri. Namun, apakah kita sudah menyaring informasi tersebut dengan benar?

Fenomena obesitas informasi sangat mungkin terjadi pada era digital seperti sekarang ini. Mengapa disebut obesitas? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, obesitas berarti penumpukan lemak yang berlebihan di dalam badan; kegemukan yang berlebih. Artinya, obesitas informasi berarti penumpukan informasi yang berlebihan dalam diri kita. Kita tahu bahwa sesuatu yang berlebihan tidak baik, begitu pula informasi yang berlebih juga tidak baik untuk kita. Kita perlu melakukan filter terhadap informasi-informasi yang ada.

Seringkali kita menemukan informasi—yang sebenarnya tidak kita cari—pada media sosial yang kita gunakan. Baik dari WhatsApp, Twitter, Instagram, bahkan TikTok atau media-media lainnya. Kemudian kita lupa untuk menelaah informasi tersebut dan malah menelannya mentah-mentah. Akibatnya, tanpa sadar kita termakan hoaks atau bahkan terintimidasi dan terpengaruh oleh suatu kelompok. Ngeri juga kan? Apalagi orang tua kita yang kadang sangat cepat menyebarkan informasi yang belum jelas benarnya kepada orang lain. Lalu apa yang seharusnya kita lakukan?

Dilansir dari qureta.com mengutip dari Inc.com ada suatu metode bagus untuk membangun kebermaknaan informasi dalam diri yaitu melalui tiga langkah utama:

Pertama, membaca dari sumber terpercaya. Hal ini akan menghindarkan kita dari hoaks atau informasi palsu. Selain itu, sebaiknya informasi yang dibaca adalah yang memang kita butuhkan.

Baca Juga:  Lama vs Baru, sebuah Refleksi (1)

Kedua, berpikir. Informasi dan pengetahuan yang kita konsumsi tidak akan bermakna jika kita tidak meluangkan waktu untuk memikirkannya secara lebih mendalam, dan mengaitkannya dengan berbagai aspek kehidupan pribadi kita.

Ketiga, bereksperimen. Pengetahuan teoretis pada akhirnya juga akan menjadi tidak berguna, kecuali kita aplikasikan dalam hidup. Dalam proses ini bahkan kita akan mendapatkan pelajaran baru yang tidak pernah kita duga sebelumnya.

Kita memang tidak bisa mengontrol orang lain, namun kita bisa mengontrol diri sendiri. Boleh mencari informasi di mana saja, akan tetapi pastikan informasi tersebut benar dan terpercaya. Pikiran kita sudah cukup dipusingkan dengan impian dan pekerjaan, jangan terlalu dijejali informasi tidak penting supaya bye overthinking.

Oleh: paus

Sumber: Qureta

Foto oleh fauxels dari Pexels