Perempuan dan Islam (2)

Diposting pada 26 views

Dalam beberapa kesempatan, disebutkan perempuan yang  tidak taat pada suaminya maka dia akan dilaknat malaikat. Dalam Islam sebenarnya tidak sesederhana itu. Haruslah dicari tahu penyebab ketidaktaatannya.  Seperti dalam perkara nusyuz atau isteri yang lari dari suaminya. Apabila tidak ada sebabnya, maka tidak boleh  melakukan nusyuz. Atau pada hukum khulu’ (istri menggugat cerai suaminya), Islam memperbolehkan perempuan melakukan hal ini  dengan kriteria-kriteria tertentu. Beberapa hal yang diperbolehkan menjadi sebab seorang istri menggungat cerai adalah  tidak dihargai, tidak dinafkahi suaminya, atau suami berbuat dzalim. Islam mengakomodasi hak-hak perempuan, sehingga tidak semua yang dilakukan oleh perempuan dianggap dosa, walaupun  itu nampak tidak baik. Dalam ushul fiqih ada kaidah al khukmu yaduru ma’a illatihi wujudan wa ‘adaman,  hukum itu dijatuhkan dengan bergantung pada konteks dan penyebabnya.

Sebelum ada Islam, perempuan tidak boleh eksis dalam aktivitas sosial. Mereka berada di rumah menjadi pelayan suami-suami mereka. Dalam sejarahnya, pada masa pra Islam, perempuan menjadi budak seks dalam kalangan Nasrani. Sedangkan Yahudi, menganggap perempuan seperti bukan manusia. Ketika haid dia diasingkan karena takut membawa penyakit bagi anggota keluarga lainnya. Hal-hal ini menggambarkan perempuan hanya menjadi objek sebelum Islam datang.

Kedatangan Islam membawa angin segar bagi kaum perempuan. Islam membolehkan perempuan melakukan aktivitas yang tidak dilakukan oleh perempuan dalam masa pra Islam. Kitab ini mencoba mengangkat derajat dan peluang perempuan. Islam kemudian meletakkan perempuan dan laki-laki dalam derajat yang sama. Perempuan memiliki karakter sendiri yang tidak dimiliki laki-laki. Sebab keunikannya ini, ada laki-laki yang ingin menjadi perempuan.

Seharusnya laki-laki cemburu karena nabi menyebut perempuan tiga kali sementara  lelaki hanya disebutkan sekali dalam hadisnya. Perempuan dimuliakan  dengan menjadi ibu yang penuh cintah dan kasih sayang serta kehormatan yang lebih dari laki-laki. Kehormatannya dikarenakan  rasa malu yang dimiliki mereka. Apabila rasa malu itu berkurang maka kehormatan itu berkurang. Perempuan merupakan ikon kasih sayang.

Baca Juga:  Kisah Wafatnya Abdul Muthalib

Dalam hadist nabi, sepertinya penghuni surga terbanyak adalah perempuan apabila ia tetap menjadi seorang penyayang. Nabi pernah bersabda, Kalian tidak akan masuk surga kecuali mereka yang hatinya dipenuhi kasih sayang. Nah perempuan adalah makhluk Allah yang paling besar kasih sayangnya dibanding laki-laki

Sebab alasan-alasan  yang sudah disebutkan sebelumnya, perempuan memiliki peran dalam masa awal Islam. Suatu hari Rosulullah membuka ruangan khusus perempuan untuk belajar sehingga mereka  turut berperan dalam menyebarkan ajaran akidah Islam. Sahabat Umar apabila ingin mengetahui tentang apa yang dilakukan nabi maka ia bertanya kepada Aisyah. Oleh karena itu Aisyah merupakan salah satu sahabat yang meriwayatkan hadist nabi. Ini merupakan bukti perempuan diberikan ruang untuk belajar.

Perempuan menjadi pengisi lembar-lembar sejarah Islam yang sohabiyat, solehat, dan fadhilat, sehingga ditemukan banyak pendapat yang mengagumkan perempuan. Terdapat pelajaran yang dapat kita ambil dari kisah-kisah perempuan dalam sejarah Islam. Tak sedikit lelaki yang takjub dan kemudian menjadi muridnya.

Perempuan pada masa awal Islam dicitrakan sebagai orang-orang yang memiliki pendidikan tinggi karena telah dididik oleh madrasah-madrasahnya nabi. Para perempuan yang berada di sisi Rosulullah dapat menjadi inspirasi, tidak hanya bagi perempuan tetapi juga laki-laki dan keluarga muslim lainnya. Pemaparan di atas membawa kita pada kesimpulan bahwa perempuan pada zaman nabi adalah perempuan terbaik  yang diasuh dan dididik oleh nabi secara langsung. Para perempuan berkorban untuk membela nabi dan Islam. Bahkan ada perempuan yang khilangan keluarga ketika perang, tetapi yang ditanyakan adalah kabar Rasulullah, bukan keluarganya. Nampaklah bahwa cinta perempuaan-perempuan ini kepada Rasulullah teramat dalam.

Islam tidak mengenal diskriminasi gender. Semua kembali pada kualitas masing-masing. Perempuan yang mengasuh anaknya lebih baik dari lelaki yang malas-malasan. Laki-laki menjadi pemimpin perempuan dengan syarat-syarat.  Ayat mengenai laki-laki yang menjadi pemimpin perempuan tidak cukup berhenti pada kalimat الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءtetapi harus dilanjutkan sampai kalimat بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا. Karena dalam menjadi pemimpin diperlukan syarat-syarat yang harus dipenuhi. Kalau ada laki-laki yang menikahi perempuan karena hartanya, maka harta itu yang akan menghinakannya. Sedang apabila laki-laki yang menikahi perempuan karena fisik atau kecantikannya, maka kecantikan itu yang akan menghinakannya.

Baca Juga:  Mimpi Nabi Ibrahim Menyembelih Ismail: Sebuah Refleksi

Oleh: Hafidhoh dan Qorry

Disarikan dari Pengajian Kitab Niasun khaularaosul (Mukaddimah) oleh Ustaz Tajul