Kutulis bahasa sederhana kepada-Mu wahai Gusti Yang Maha Agung, Pemilik semesta dan hati para hamba, Aku pernah berlari terlalu jauh hingga terjerembap dalam lembah yang paling sunyi, Gelap… Tanpa pendar cahaya, Dan tanpa kutahu telah mati rasa, Samudera cinta-Mu begitu luas merengkuh, Hingga aku terbata dalam mengeja, Namun, itulah yang

Masih ingatkah kau jalan pulang? Kutanya begitu saat langit sedari subuh sudah di jatuhi hujan. Anggrek ungu yang menempel di pohon mangga  sudah punya rencana akan rekah dengan hebat, layu kusut tak bergairah. Lalu  dari raut deretan abjad yang kau kirim di layar ponsel ku, kau terlihat kebingungan kan? Sangat

Aku masih sering bertanya Mengapa malam tetap diam Di saat hati dari permata terluka Aku terus bertanya dan bertanya Sampai ujung tak menemukan ujung Sampai cahaya tak mengenal terang Dan sampai angin tak membawa sejuk lagi Ada apa dengan perempuan? Katanya, Senyumnya seperti mekaran bunga surga Jejak langkahnya begitu anggun

Malam ku merintih menunggu Siang kutahan karena-Mu Kuharap seberkas cahaya Yang menyerbak kemanfaatan jiwa Kembali lagi Aku menunggu penantian-Mu Penantiam malam yang begitu manfaat bagiku Bukan hanya aku, tapi juga umat yang mengharap malam-Mu Kunanti bulan yang amat suci ini Sekali dalam 12 bulan, 365 hari, dan untuk waktu ini

Tak terasa, sudah lama telingaku tak mendengar keramaianJam malam yang biasa riuh dengan suara soroganKini hanya terdengar suara hewan melata yang bersahutan Berapa lama aku sudah dipulangkan?Ini sejarah baru bagikuDiam di rumahKuliah di rumahSetoran di rumahWisuda pun juga di rumah Ini sejarah baru bagikuCara hidup baru yang belum pernah ku

1/1Di kedalaman matamu air mata tak pernah berbohong,Sesungging senyum yang dijadikan topeng,Untuk menutup samsara pada hatimu,Tentu tak muat juga untuk menutup luka di tubuhmu. 1/2 Mudah saling bersapa,Tentu juga akan mudah jika hanya mengucap selamat tinggal,Setidaknya itu yang telah kita dapatkan dari hidup.Kita seperti dadu yang dijatuhkan ke sembarang tempat,Tanpa tau

Petikan buaian rindu Takkan memudar terbawa arus pilu Kini sedang menunggu Bingkaian cinta permata kalbu Rasulullah Elok namamu kan kokoh Terukir dalam pahatan diri Tak hilang walau waktu tlah pergi Kau sebuah cahaya dari beribu cahaya Manusia terpilih, manusia pengasih Pada siapa saja tanpa pilih kasih Seberapa beruntungnya diri Slalu

Entah sudah berapa kali aku terpaku Oleh tajamnya makna yang hadir di setiap ayat yang kubaca Lembar demi lembar Engkau susun dengan sedemikian indah, Hingga tak dapat lagi hamba-Mu menyanggah Bukan lagi indah, sempurna Keteraturan  dalam setiap kata yang tak membuat goyah Keajaiban dari setiap makna, hingga rahasia di setiap

Kilau menyemburat cahayanya Membelai lembut rasa Yang tak terjamah oleh logika Aku menatap pada terang Sedang kabut menyelimut pekat Mencekam menarik kuat Membuatku terlelap Dalam muram dan suram Oh bening Mengapalah cahayamu tak kutangkap Meski mataku telah menatap Aku semakin sekarat Dalam luput dan lepat Oleh: Kamar Q6C Photo by

Aku bukanlah santri yang begitu alim dalam keseharianku. Jika ditanya mengapa? Tak akan ada jawaban yang dapat kulontarkan, Melainkan gerak yang terpantau menjadi bukti. Sama halnya dengan anak seusiaku yang lain Aku juga ingin merasakan Indahnya masa remajaku Indahnya hidup tanpa penuh aturan Segarnya antariksa kebebasan.   Aku santri yang