Delapan Puluh Tiga Tahun Lebih Empat Bulan

Diposting pada 102 views

Sore hari setelah selesai masak dan menyiapkan menu untuk berbuka puasa, Lala pergi ke rumah Athala untuk mengajaknya ke stasiun tua untuk ngabuburit bersama. Namun sayangnya, Athala masih sibuk membantu uminya menyiapkan makan untuk buka puasa. “Laaaa duduk dulu di teras ya, bentar lagi Athala selesai kok.” Sahut Umi Athala. “Iya tante, gapapa kok.” Jawab Lala sembari membuka novel yang berjudul Dua Barista milik Athala yang berada di meja teras.

Tak lama dari itu Athala menghampiri Lala dan mengajaknya pergi ke stasiun tua. Namun Lala menolak. “Udah thaa di rumahmu aja deh ngabuburitnya yaa, udah pewe nih.” Rengek Lala. “Yee dasar bocah, gampang banget ngeubah niat.” Sembari duduk disamping Lala.

“Tha thaa, main tebak-tebakan yuk.” Ajak Lala sembari menutup novel berjudul Dua Barista yang sedang dibacanya.

“Nggak mau ah, bucin mulu kalo sama kamu.” Ketus athala.

“Enggak, kan spesial bulan ramadan.” Rayu Lala

“Yaudah iya iya, seputar Al-Qur’an aja yaa, biar berfaedah katanya.” Sambung Athala

Lala menyeletuk “Okee siapa takut. Surat apa dalam Al-Qur’an yang di dalamnya ndak ada huruf fa?”

“Ah gampang, surat Muhammad. Surat, surat apa yang merupakan salah satu senjata para ilmuwan? Hayoo tebak”

“Emm, kalo ga salah dulu Umimu pernah cerita ini deh, surat Al-Qalam. “

“Lagi nih, satu surat yang dimana kata ‘Allah’ tercantum diseluruh ayatnya?”

“Gampang, Al Mujadilah dong. Lagi nih, jawabnya harus panjang. Sebutin huruf pertama dan terakhir dalam Al-Qur’an serta kalimat pertengahan didalam Al-Qur’an.”

“Wahh berat juga, bentar yaa nyontek catatan di handphone, dulu gus yang ganteng di pondok pernah jelasin hehe. Gini, huruf pertama di dalam Al-qur’an adalah ba’. Dan yang terakhir adalah sin. Jika digabungkan maka akan berbunyi bas yang artinya ‘cukup’. Artinya Al-Qur’an sanggup dan mampu mencukupi semua urusan manusia. Sedangkan kalimat pertengahan di dalam Al Qur’an adalah walyatalaththaf.”

 Tiba-tiba Umi datang menghampiri Thata dan Lala, “Loh katanya mau ke stasiun tua, kok ga jadi La? Ta?”

“Hehe iyaa Mi, katanya Lala udah pewe duduk disini” jawab Thata.

Akhirnya mereka bertiga main tebak-tebakan juga berbincang seputar Al-Qur’an, mulai dari sejarah turunnya, mukjizat di dalamnya, jumlah ayat, jumlah surat baik dari Madaniah maupun Makkiyah, dan keajaiban yang ada di dalamnya. Tak luput dari itu, Umi Kayla pun memberi nasehat agar Thata dan Lala menjaga hafalannya sebaik mungkin, jangan sampai tercecer karena sedang libur pondok, bahkan rusak karena mengenal cowok.

Baca Juga:  Bertahan atau Menyerah

“Sudah mau maghrib nih, Lala mau ikut buka di sini?” Tanya Umi Kayla.

“Enggak deh, Lala pamit pulang aja yaa, Assalamu’alaikum”. Jawab Lala sembari mencium tangan Umi Kayla dan menjabat tangan Thata lalu beranjak pulang menaiki motor matic miliknya yang berwarna hitam pekat.

Sesampainya Lala di rumah, azan maghrib pun berkumandang. Lala segera bergegas ke ruang makan untuk berbuka bersama ayah, ibu dan kedua adiknya. Es buah menjadi sasaran pertama Lala untuk membatalkan puasanya hari ini. Terik matahari siang tadi membuat es buah lebih menggoda daripada sepiring nasi bersama ikan lele yang berenang dengan kuah santan pedas asin buatan ibunya.

Setelah usai makan, ayah pun segera mengajak untuk salat maghrib berjamaah dilanjutkan tadarus dan shalat isya juga tak ketinggalan salat tarawih bersama di rumah. Usai salat tarawih, Lala melipat mukena dan juga sajadahnya lalu menuju teras rumah untuk duduk menikmati langit dan angin malam serta menyantap kolak buatan nenek yang diantar pamannya sore tadi. Tiba-tiba ayah duduk disamping Lala.

“Laa, langitnya indah ya, angin juga tak begitu terasa mengganggu.” Celetuk ayah pada Lala.

“Iya Yah, bahas angin yang tenang Lala jadi teringat tentang Lailatul Qadar Yah, ceritain ke Lala dong Yah tentang itu”

“Ayah jelasin dari penjelasan penulis tafsir Al Misbah yaa, begini laila artinya apa Laa? Malam to, nah untuk qadar sendiri artinya ada tiga. Yang pertama mulia, jadi malam mulia yang tiada banding. Yang kedua artinya ketentuan, jadi malam di mana Allah menentukan perjalanan hidup seseorang selanjutnya. Yang ketiga sempit, karena malam itu silih berganti malaikat turun ke bumi, sehingga bumi bagaikan sempit dengan kehadiran malaikat.

“Lalu kenapa disebut malam seribu bulan Yah?”

“Ya karena turunnya malaikat di malam itu untuk mengurus berbagai urusan, dan kedamaian atau kesejahteraan hingga fajar menyingsing. Ada lagi perhitungan dari ulama kita, yaitu Syekh Abdul Halim Mahmud, beliau menuliskan begini ‘Seribu bulan adalah delapan puluh tiga tahun empat bulan. Itu merupakan standar umum umur manusia, Lailtul qadar lebih baik dari umur manusia; dari umur setiap manusia, baik umur di masa lalu maupun di masa mendatang. Intinya, alfu syahrin/Lailatul qadar lebih baik dari (usia) zaman.

“Penjelasan ayat terakhirnya salaamun hiya hatta apa Yah?”

“Emm begini, pada malam itu dinyatakan bahwa malaikat turun dan membawa kedamaian sampai fajar. Kedamaian di sini Ayah mau bahas ada dua jenis, yaitu damai pasif dan damai aktif. Coba Lala tau bedanya nggak?

Baca Juga:  HIJRAH

“Ehh enggak Yah, Ayah aja jelasin langsung deh. Hehe”

“Ayah buat perumpamaan aja ya, misal Lala duduk dalam kereta yang banyak orang, Lala diam saja tanpa menyapa, damai kan?”

“Iya Yah, damai kok, kan jadi enggak berisik”

“Nah, tapi itu damai pasif. Coba deh misal Lala bawa roti, terus yang duduk di sampingnya ditawarin, dibagi dua rotinya, kemudian kenal dan ngobrol santai. Gimana? Lebih damai kan. Itu yang disebut damai aktif. Kita nggak bisa memuji orang ya jangan memakinya, enggak bisa membantu ya jangan menjerumuskannya.”

Setelah perbincangan panjangnya dengan ayah, Lala masuk ke kamar dan meraih buku catatan berwarna merah muda dan menyambar pena hadiah ulang tahun dari ayahnya tahun lalu kemudian menuliskan kesimpulan tentang pelajaran dan pengajaran yang ia dapatkan sore tadi bersama Thata juga Umi Kayla, dan beberapa menit yang lalu bersama ayahnya diteras rumah.

Terimaksih Tuhan atas umur panjang yang Kau berikan padaku, terimakasih pula untuk ilmu yang Kau bocorkan melalui perantara ThaLa, Umi Kayla, juga ayah. Tentang menjaga hafalan ayat-ayat suciku, menekuni dan mempelajari segala tentang keajaiban Al-Qur’an, juga memaknai dengan indah malam Lailatul Qadar. Malam yang aku tak tahu pasti mengapa Engkau sengaja menyembunyikannya. Tapi aku tau dengan pasti, kemuliaan yang luar biasa kau ciptakan ,juga kedamaian yang kau turunkan. Dengan pertanda malam yang terang dan bercahaya, udaranya tak panas dan tak dingin, tak ada mendung tak ada hujan, tak ada gerak angin dan tak ada bintang yang dilempar. Paginya matahari terbit dengan terang tapi tidak terlalu memancar. Margasatwa tak berbunyi, gunung menahan nafasnya, angin pun berhenti, pohon-pohon tunduk dalam gelap malam, pada bulan suci qur’an turun ke bumi, inilah malam seribu bulan, ketika cahaya surga menerangi bumi, ketiga Tuhan menyeka air mata kita, dan ketika Tuhan menyeka dosa-dosa kita.”

Entah pada titik keberapa Lala pun mulai merasakan berat pada matanya, dan memutuskan untuk menutup buku catatan dan menidurkan kembali penanya di ranjang kotak pensil miliknya. Lala mematikan lampu, menyalakan lampu tumblr berwarna merah muda, kemudian menuju ranjang dan meraih selimut bermotif Cinderella miliknya. Lalu memejamkan mata seraya berdo’a bismikaallohumma ahya wa bismika wa amut.

Oleh: Syarifah Zaidah

Foto: Andriyko Podilnyk on unsplash