Salah satu bait qosidah Habibi ya Muhammad yang dilombakan di Komplek Q berbunyi seperti ini:
بِبَهْجَةٍ وَسُرُوْرٍ وَفَوْقَ سِدْرَةٍ # وَأُنْسٍ وَحُبُوْرٍ لِقُدْسِ الْحَضْرَةِ
“Dengan penuh rasa suka dan rasa senang berada di atas Sidratul Muntaha
Dengan penuh kegembiraan dan kebahagiaan sebab sucinya keadaan.”
Kalau boleh memaknai bait di atas secara lepas, begini kiranya. Hingga dibutuhkan 4 kata yang untuk menggambarkan betapa besar rasa senang, suka, cita, bahagia, dan gembiranya Rasulullah saat di isra’ mikraj kan oleh Allah Swt.
Rasulullah yang pada saat itu baru saja kehilangan dua orang terdekat beliau. Yaitu orang yang paling mendukung beliau, orang yang menjadi sandaran bagi beliau—pamannya, Abu Thalib dan istri tercintanya, Sayyidah Khadijah.
Sebagaimana ketika kita sedang ditimpa kesedihan dan duka mendalam, ditambah tekanan dan rasa sumpek dari lingkungan, kita akan mengasing dan pergi ke suatu tempat untuk healing. Begitu juga dengan Rasulullah yang saat itu “ditinggal mati saat lagi terancam hidupnya.” Beliau juga membutuhkan “healing.”
Namun, bukan Rasulullah namanya kalau yang mengajak healing hanyalah orang biasa.
Bukan Rasulullah namanya kalau yang menemani beliau keliling hanyalah tetangga sebelah.
Bukan Rasulullah namanya kalau kendaraan yang dipakai untuk rekreasi hanyalah astrea butut peninggalan bapak.
Dan bukan Rasulullah namanya kalau healingnya sekedar ke pantai Parangtritis melihat ombak atau ke puncak Bromo memandangi hamparan bumi di bawahnya.
Nggak main-main, Allah sendiri yang “ngajak” beliau healing. Healingnya sama siapa? Ditemani Malaikat Jibril, jendralnya malaikat. Naiknya naik apa? Naik buroq yang dalam sekedip mata bisa memutari bumi sebanyak 7 kali. Terus healingnya kemana? Melintasi bumi, berkunjung ke surga dan neraka, serta menembus tujuh lapisan langit. Dan nggak kurang-kurangnya lagi, Rasulullah diajak berkunjung ke singgahsana-Nya Allah Swt, Sidratul Muntaha hingga Arsy.
Dalam lingkungan keraton atau kerajaan, kehormatan terbesar adalah ketika seorang rakyat jelata bisa sowan ndalem dan langsung ditemui oleh sultan sendiri.
Rasulullah? Seorang hamba yang paling mulia ini langsung ditemui oleh Allah Swt sendiri. Sang raja, sang pemilik, sang penguasa dan pemilik kekuasaan atas alam semesta, rajane sak dunyo akherat.
Rakyat jelata mana yang bisa bercakap santai dengan paduka raja? Apalagi sampai menumpahkan segala sambatannya di hadapan sang sultan.
Ini Rasulullah? Membicarakan berbagai hal, curhat-curhat manja, langsung sama Allah Swt.
Baru mendengar kabar bahwa ia dipanggil menghadap sultan ke keraton saja rakyat jelata ini bahagianya bisa sampai bikin pengumuman ke satu desa. Ini baru mendengar kabar loh.
Rasulullah? sudah diajak jalan-jalan, sudah dipertemukan dengan para leluhurnya, sudah sampai masuk ke ‘keraton’ milik Tuhannya, sampai bercakap dan bermanja.
Kebahagiaan apa lagi yang dibutuhkan?
Kemuliaan apa lagi yang dibutuhkan?
Kasih sayangnya Allah yang mana lagi yang perlu ditunjukkan?
Penulis: Salsabila Amany Putri
Pictured by Gramedia.com