Membangun Peradaban dengan Adab

Diposting pada 84 views

Prof. Nadirsyah Hosen, M.A., Ph.D. (dosen Fakultas Hukum Monash University Australia) atau kerap disapa Gus Nadir melakukan kunjungan ke Pondok Pesantren Krapyak Yayasan Ali Maksum pada Rabu (14/6/2023). Kunjungan kali ini dikemas dalam acara yang bertema “Diplomasi Intelektual Muslim Membangun Peradaban Dunia”. Acara ini dimulai pukul 20.00 WIB dan dilangsungkan di Aula Mahasiswa Komplek H.

Pra Acara diisi dengan pertunjukan seni angklung oleh santri putri. Setelah memasuki acara, Dr. KH. Hilmy Muhammad, M.A. menyampaikan sambutan mewakili keluarga Yayasan Ali Maksum. Kunjungan Gus Nadir kali ini merupakan kunjungan yang ketiga di Krapyak, di kesempatan yang baik ini, diharapkan santri bisa istifadah, bisa belajar dari keilmuan dan pengalaman yang telah didapat oleh Gus Nadir. Dalam forum tersebut, hadir juga Prof. Abdul Mustaqim, M.Ag., KH. Muhtarom Busyro, M.Pd., KH. Fairuzi Afiq Dalhar, Prof. Purwo Santoso, Ph.D., beserta jajaran dzuriyyah Yayasan Ali Maksum maupun Yayasan Al-Munawwir lainnya.

Baca Juga:  Santri Si Paling Update Literasi

Di sela-sela sambutan, Gus Hilmy berkelakar membahas ruangan yang digunakan untuk tempat kunjungan, “Ini hanya mahasiswa, jadi gak usah lah pake sekat-sekat, wis podo gedene. Jadi sekaligus bisa lirik-lirikan. Lha wong di kuliah juga begitu, Pak Mustaqim kan nggak ada satir ketika di Ushuluddin. Jurusan Tafsir, Jurusan Hadits, nggak ada satirnya. Yang ada satirnya cuma Ma’had Aly-nya Mbah Zainal itu.” Kalimat terakhir Gus Hilmy langsung disambut gelak tawa para santri dan tamu undangan.

“Angklungnya itu tadi yang tampil seharusnya jangan pakai lagu itu, orang-orang nggak tahu lagunya. Harusnya pakai lagu ‘jangan-jangan dulu janganlah diganggu… senyum senyum dulu…’ yang orang-orang tahu,” Lanjut Gus Hilmy sembari menirukan nada lagu yang sedang trend di tiktok tersebut, tentunya disambut dengan riuh tawa para santri dan tamu undangan.

Sesi talkshow dimoderatori oleh Irhas Badruzzaman, M.A. Tiga kata kunci yang menjadi inti dari perbincangan kali ini adalah Diplomasi, Intelektual, dan Peradaban. Gus Nadir menjelaskan bahwa sebuah bangsa bisa maju peradabannya jika bisa menguasai 5 hal, meliputi: Transportasi, Konstruksi, Industri, Komunikasi, dan Teknologi.

Baca Juga:  Smart Santri dalam Tuntutan Society 5.0

Untuk menguasai hal-hal tersebut tidak harus memiliki modal materi yang besar, yang terpenting adalah ide baru dan terobosan baru. Sebagai contoh aplikasi GoJek dan Grab saat ini sangat membantu memenuhi kebutuhan transportasi orang banyak, tapi kendaraan-kendaraan yang digunakan bukanlah milik mereka, namun hanya menyediakan platform untuk tempat bertemunya pengemudi dan penumpang. Amazon pada awalnya hanya platform penjualan buku dan sekarang sudah berkembang menjadi salah satu tempat penjualan online terbesar di dunia, tetapi mereka tidak mempunyai buku, atau barang yang dijual secara langsung, mereka hanya menyediakan tempat untuk para penjual dan pembeli untuk bertemu.

Ide bisa muncul dari hal-hal yang sederhana, Eric Yuan penemu aplikasi Zoom pada awalnya membuat aplikasi tersebut karena ia menjalani Hubungan Jarak Jauh atau Long Distance Relationship (LDR) dengan kekasihnya yang harus menempuh perjalanan sekitar 10 jam dengan kereta jika ingin bertemu. Aplikasi ini pada mulanya lahir karena kegelisahan Erick yang ingin selalu bertatap muka dengan kekasihnya tanpa harus menempuh perjalanan yang lama. Hingga saat pandemi tiba, Zoom justru menjadi terobosan cemerlang yang dibutuhkan orang di mana-mana.

Kemudian dari sisi intelektual, ada 5 hal yang perlu diperkuat untuk meningkatkan intelektual sebuah bangsa, meliputi:

  1. Penguasaan Bahasa,
  2. Wawasan (tidak sekedar menghafal, tapi juga berpikir kritis),
  3. Jaringan (bagi santri, tidak hanya bergaul secara homogen dengan sesama santri, tapi juga memperluas relasi secara heterogen),
  4. Manajemen Administrasi (hadits nabi, nilai-nilai kebersihan, nilai-nilai keadilan sosial dimanifestasikan menjadi aturan/ kebijakan, bukan lagi sebatas berorientasi pahala individu),
  5. Adab
Baca Juga:  Harlah Ke-32 Komplek Q "Kolaborasi Santri: Merajut Persahabatan Membangun Peradaban"

Adab ini menjadi hal yang sangat penting namun tetap harus dalam porsi yang baik. Jangan sampai adab kesantrian ini justru menutupi kekritisan dalam berpikir.

Peradaban berasal dari kata adab. Civilization berasal dari kata civil.

“Jangan sampai peradaban yang kita bangun adalah peradaban tanpa adab.”

Ketika peradaban dunia semakin maju, terkadang kita sebagai penikmat peradaban justru semakin terlena, contohnya setiap hari scroll tiktok, main game, flexing atau pamer di IG. Memang dalam setiap peradaban, selalu ada sampah peradaban. Selalu ada orang-orang yang menjadi target kapitalisasi peradaban. Dia tidak pernah menjadi bagian dari peradaban itu sendiri, melainkan hanya menjadi pengekor. Pertanyaannya, kita mau jadi seperti itu, atau mau jadi penerobos baru, menjadi trendsetter, menjadi mujadid, menjadi orang-orang yang punya ide baru yang bisa mewarnai peradaban.

Moderator menambahkan bahwa kalangan kyai dan santri NU ini surplus pengkaji agama, tetapi minus pengkaji teknologi. Kemudian Gus Nadir menanggapi bahwa kita yang sudah sering dilabeli “ahlul bid’ah wal jama’ah” ini sudah saatnya membuat bid’ah-bid’ah baru, bukan lagi sebatas bid’ah ritual seperti yasinan, tahlilan, maulidan, tapi juga bid’ah (terobosan) berupa teknologi, komunikasi, industri, dan sebagainya.

 

Pewarta: Hanin Nur Laili