Setetes peluh terjatuh rapuh Melepuh di tengah keruh Hiraukan gemuruh yang tak sungguh Dari para buruh yang terusuh Terasa fana namun nyata adanya Derit yang menjerit di tengah sempit Bergelar putar dalam melingkar Tak ada pengakuan dari hirauan kelakuan Memaksa asa terus merasa Walau pilu telanjur membiru Ia tak lelah

Kerja Mencari uang  Bahkan dirimu bekerja tanpa istirahat pagi dan sore Sebelum matahari muncul dirimu sudah tidak ada dirumah Membayangnya saja sudah terasa sakit dan perih tanpamu Egois bukan diriku?  Apa aku boleh hanya menerima saja  Dirimu yang aku kagumi selamanya Bahkan cintaku kepadamu tak ada bandinganya, sangat dalam Ada

“Minaddzulumati ilannur” Potongan ayat semesta penggugah semangat,  Bagi gadis kecil yang selalu ingin tahu itu. Pertanyaan demi pertanyaan masuk ke dalam pikirannya,  Siapakah aku?  Siapa yang menciptakanmu? Itulah yang membawanya mencari mutiara dalam persembunyian,  Rasa ingin tahu yang besar membawanya kepada ulama besar panutan Islam,  Dialah Kartini itu.    

Gerimis masih merinai di awal April Anugerah yang sejukkan Ramadan hingga nanti Berdzikir bertadarus enggan berhenti Hingga sahur nikmat tersaji   Seluruh jiwa dan raga kubersihkan Sebagian bentuk rasa penyesalan  Lantunan ayat-ayat Qur’an kudendangkan  Sebagai bukti syukur rasa pengagungan Di bulan mulia bulan suci Ramadan  Menahan lapar menahan dahaga  Menanti

Kadang diri ini merasa sendu Merasa paling kurang menikmati waktu Kadang jiwa ini merasa sunyi Merasa paling tak berarti didunia ini   Kau beri diri ini batin yang ikhlas apa adanya Namun terkadang  kau juga beri cobaan yang tak terhingga Bingung diri ini dengan mau mu Namun juga bersyukur atas

Ada aku dalam diriku Semoga mereka tidak palsu Ada aku dalam diriku Namun mengapa tetap merindu?   Ada aku dalam diriku Semoga tidak berwajah seribu Ada aku dalam diriku Namun mengapa kadang terasa jauh?   Wahai rintik malam Apakah kau membawa alas Untuk kupakai mengganjal jiwa Yang rentang suatu hari?

Bunda.. Kau telah membesarkanku Di saat kau melahirkanku, tiada tara takut ajal menunggu Di saat beranjak tubuh dari kasurku, sarapan selalu tersaji di atas meja   Kau selalu mengharapkan yang tebaik untukku Jika tiada engkau yang melahirkanku, tiada bisa aku menciptakan karyaku ini Begitulah engkau merawatku dengan sepenuh hati  

Hening… Sepi… Dingin… Kulihat yang lain masih terlelap mengurai mimpi-mimpi Menghimpun kepuasan melalui irama dengkur yang tak pernah dirasakannya saat jaga Biarlah, Aku terlanjur terjaga dan setelah lihat arloji waktu menunjukkan pukul 02.15 WIB dini hari Sudah cukup kesiangan  untuk ukuran kebiasaan para santri Tapi karena selesainya kegiatan terlalu malam,

Seakan sungai berarus deras yang menyeretku ke lautan Andai aku bisa menciptakan lorong waktu Perahu yang dapat melawan arus sungai waktu Dan kembali ke masa lalu Ada gejolak batin yang sangat dahsyat Keinginan untuk kembali ke tempat yang sangat jauh Baca juga Isra Mi’raj: Perjalanan Malam Yang Mempertemukan Dua Kekasih

Kau terlalu baik untukku,   adalah satu bentuk penolakan dari pada orang yang sudah jatuh cinta dengan kebaikanmu, tapi tak sabar dengan kekuranganmu.   satu penolakan dari pada orang yang sudah nyaman berteduh dalam rumahmu, tapi membiarkan kamu tenggelam sendiri saat atapmu dimasuki air hujan.   satu penolakan daripada orang